Home Internasional Analisa Potensi Konflik Pendukung Palestina dan Israel di Indonesia menggunakanTeori Identitas Sosial...

Analisa Potensi Konflik Pendukung Palestina dan Israel di Indonesia menggunakanTeori Identitas Sosial dan Sistem Peringatan Dini Konflik

0

Teori Identitas Sosial diperkenalkan oleh seorang keturunan Yahudi Polandia bernama Henri Tajfel yang lahir pada 22 Juni 1919 di Wlolawek. Teori ini diartikan sebagai orang yang memiliki dorongan untuk membandingkan dirinya dengan yang lain sebagai evaluasi diri dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok.

Didalam teori Identitas sosial ini, dikenal ada tiga tingkatan yaitu kategorisasi, identifikasi, dan komparasi. Kategorisasi diartikan sebagai pemberian lebel berdasarkan keterikatan etnis, suku, agama, jenis kelamin, pekerjaan, visi dan misi, pandangan, dan hal lainnya. Sedangkan identifikasi sosial adalah hal yang akan terjadi ketika sudah ada ketegorisasi antara orang yang sudah mengasosiasikan dirinya dengan membentuk grup yang disebut in grop dan out grup.

Dalam tingkatan yang ketiga, munculah komparasi, didalam tingkatan ini orang sudah mulai untuk melakukan perbandingan antar kelompok. Kelompok in grup akan melakukan perbandingan dengan kelompok out grup.

Tiga tingkatan awal ini akan melahirkan beberapa hal lainnya seperti stereotip, prasangka, dan diskriminasi. Sterotip merupakan penilaian yang diberikan kepada seseorang namun penilalian tersebut digeneralisasikan.  Selanjutnya, Prasangka akan muncul, prasangka yang bersifat negatif mulai diberikan oleh kelompok satu kepada kelompok lainnya atau in grup kepada out grup, dan prasangka itu muncul atas keyakinan dari mana prasangka tersebut datang. Sebagai hasil dari itu, perilaku diskriminasi lahir dan memberikan sebuah tindakan bahwa kelompok kami (in grup) lebih baik atau yang benar dari kelompok lainnya atau kelompok kontra (out grup).

Selanjutnya untuk memberikan peringatan dini, maka penulis juga membuat sistem analisis yang dimulai dengan mengetahui 5W1H yaitu When, Where, What, Who, Why dan How. Hal ini dilakukan untuk menganalisis sebuah konflik agar mendapatkan jawaban bahwa perlu ada sebuah peringatan dini terhadap potensi konflik yang diprediksi akan terjadi.

Dilihat dari fase konflik yang sedang terjadi, apakah konflik tersebut masih berpotensi atau sudah ada dalam tahapan ketegangan, krisis, kekerasan terbatas, kekerasan masal, dan abatemen.  Selain itu, dilihat juga SAT atau Struktur, Akselerator, serta Trigger.

Selanjutnya, akan dilihat orientasi para tokoh struktural, serta bagaimana cara untuk menyelesaiakan konflik yang ada dengan menggunakan teori penyelesaian konflik yang ada, dan melakukan analisasi momentum dan rutin.

Gambaran Umum Perang Israel dan Hamas di Palestina :

Konflik antara Israel dan Hamas di Palestina sudah lama terjadi, lebih tepatnya terjadi semenjak tanggal 02 November 1917, eskalasi konflik terjadi semenjak tahun 1936, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) terlibat pada tahun 1947, kemudian pada tahun 1948 para militer Israel sudah mulai melancarkan aksinya yang disebut orang Palestina sebagai Nakba yang artinya bencana, dalam Nakba tersebut ada 15.000 warga Palestina terbunuh dan 750.000 warga Palestina terpaksa harus meninggalkan rumahnya.

Pasca Nakba, 150.000 warga Palestina tetap tinggal di negara Israel yang baru dibentuk tersebut dan mendapatkan kewarganegaraan Israel. Pada tahun 1967, Israel kembali melakukan pendudukan tempat bersejarah Palestina, termasuk jalur Gaza, tepi barat, Yerusalem timur, Dataran tinggi golan Suriah dan semenanjung Sinai Mesir. Pendudukan tersebut disebut sebagai perang 6 hari.

Berbagai eskalasi konflik lainnya terjadi seperti Intifada pertama pada tahun 1987, adanya perjanjian Oslo pada tahun 1993, Intifada kedua pada 28 September 2000, Perang saudara pada tahun 2004, serta serangan Israel lainnya ke Gaza semenjak tahun 2008, 2012, 2014, dan 2021.

Pada tanggal 07 Oktober 2023, Hamas melakukan penyerangan kepada Israel, dikutip dari kompas.com, pada sabtu 07 oktober 2023, serangan dilakukan oleh Hamas kepada Israel. Israel membunyikan sirene tanda bahaya saat Hamas melakukan aksi serangannya melalui udara, laut, dan darat dengan menembakan 5.000 roket yang menghantam sejumlah kota besar di Israel.

Pada saat serangan 5.000 roket tersebut, warga Israel sedang merayakan festival Sukkot yang biasanya dilaksanakan selama 7 hari. Juru bicara Hamas Khlaed Qadomi mengatakan bahwa serangan tersebut adalah respon atas kekejaman yang dilakukan oleh Israel kepada rakyat Palestina beberapa tahun belakangan.  Selain itu, Komandan Militer Hamas Mohammad Deif juga menyampaikan bahwa serangan tersebut merupakan bentuk tindakan yang dilakukan oleh Hamas karena Israel telah melakukan blokade di jalur Gaza selama 17 tahun.

Setelah Hamas melakukan penyerangan kepada Israel yang menewaskan korban jiwa, dan juga menyandera warga sipil dan tantara Isreal, Israel juga melakukan aksi serangan balasan.

Serangan Hamas kepada Israel kali ini disebutkan merupakan serangan yang cukup besar karena korban jiwa dari yang mencapai 1.200 orang dan 6.900 orang lainnya terluka. Selain itu, dalam catatan yang dirilis Israel ada 383 tentara Israel yang terbunuh semenjak serangan awal 07 Oktober. Disisilain, dari serangan yang dilakukan Israel kepada Hamas, telah menewaskan 13.000 korban jiwa, termasuk didalamnya adalah 5.500 anak-anak dan 3.500 wanita.

Selain korban jiwa, beberapa fasilitas umum lainnya juga diserang oleh tantara Israel, dengan alasan dibalik bangunan publik tersebut, ada tempat persembunyian dan atau markas dari Hamas. Salah satu yang menjadi sasaran adalah rumah sakit Indonesia, yang diserang oleh Israel dengan alasan mereka mendapatkan bukti bahwa Indonesia membangun rumah sakitnya diatas terowongan yang digunakan Hamas untuk melakukan aksi-aksinya.

Konflik yang terjadi antara Israel dan Hamas di Palestina ini menunjukan bahwa yang menjadi mayoritas korban bukanlah pihak yang berperang tetapi masyarakat sipil yang terdampak dari hasil perang tersebut. Bentuk dukungan dari berbagai negara-negara dan organisasi bermunculan untuk memberikan dukungan menurut keyakinan siapa yang menurut mereka bersalah dan tidak bersalah dalam konflik ini.

Ada negara yang mendukung Israel atas berbagai serangan yang dilakukannya kepada Hamas di Palestina, ada juga negara yang mendukung Palestina karena serangan Israel kepada Hamas telah memunculkan banyak sekali korban jiwa warga sipil Palestina.

Salah satu dukungan berasal dari Indonesia, secara politik luar negeri, Indonesia berdiri untuk kemanusiaan dan mendukung kemerdekaan Palestina dari pendudukan Israel. Dalam sidang PBB, Menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi menyampaikan bahwa Indonesia mengutuk segala tindakan yang dilakukan oleh Israel dan menolak semua tindakan pemindahan warga Palestina dari jalur Gaza karena itu merupakan tanah airnya.

Secara mayoritas, warga negara Indonesia juga mendukung kemerdekaan Palestina dan mengutuk berbagai tindakan yang dilakukan oleh Israel. Hal ini terbukti ketika Indonesia mengirim bantuan, banyak warga negara Indonesia yang juga turut berpartisipasi, atau dapat dilihat juga melalui postingan warganet Indonesia di media sosial seperti memposting bendera Palestina, Korban warga Palestina, atau buah semangka yang menjadi simbol perlawanan warga Palestina kepada Israel, maupun membuat narasi-narasi lainnya.

Namun pada kenyataannya, ada juga warga negara Indonesia lainnya yang mendukung Israel, hal ini mulai terlihat setelah kejadian di Bitung, Sumatera Utara pada tanggal 25 November 2023, ketika ada masa aksi bela Palestina melakukan aksi damai kemudian dianiaya oleh kelompok masyarakat yang menggunakan pakaian budaya dan ada yang memegang bendera Israel.

Konflik tersebut tersebar dimedia sosial dan disebut sebagai konflik yang terjadi antara pendukung Israel dan Pendukung Palestina. Disebutkan bahwa konflik ini bukanlah konflik agama, namun dalam realitanya dilapangan ada masyarakat atau kelompok masyarakat yang mengaitkannya dengan agama.

Analisis konflik menggunakan Teori Identitas Sosial

  1. Kategorisasi

Masyarakat atau kelompok masyarakat di Indonesia mulai melakukan kategorisasi, ada kelompok yang memilki latar belakang pemahaman yang sama, seperti pemahaman bahwa Israel saat ini sedang menduduki tanah milik orang Palestina, yang berdasarkan sejarah Israel merupakan pendatang yang datang ke Palestina, namun kemudian mengambil alih tanah Palestina. Pemahaman umum ini telah menjadi kategorisasi untuk membentuk grup. Selain itu, ada juga yang melakukan kategorisasi berdasarkan kesamaan mayoritas pemeluk agama, seperti mayoritas warga Palestina adalah Muslim dan Mayoritas warga Israel adalah Yahudi, sehingga kategorisasi dilakukan berdasarkan perbedaan agama. Ataupun kategorisasi yang dilakukan oleh beberapa kejadian yang berkaitan langsung dengan agama, seperti penyerangan Masjid Al-aqsa oleh polisi Israel. Yang disebut sebagai tempat ibadah Muslim di serang oleh tantara Yahudi.  

Kategorisasi karena kejadian lainnya juga terjadi karena Israel menyerang rumah sakit Indonesia di Palestina dan menghambat bantuan yang dikirimkan oleh Indonesia kepada warga Palestina,

  • Identifikasi

Masyarakat atau kelompok masyarakat mulai untuk melakukan identifikasi terhadap latar belakang mereka masing-masing. Langkah selanjutnya adalah membentuk in group atau kelompok mereka sebagai orang yang membela Palestina dan yang sehati merasakan apa yang dirasakan oleh warga Palestina. Sedangkan, orang yang berbeda pandangan atau secara terang-terangan mendukung Israel akan diidentifikasi sebagai kelompok out grup.

Dapat dengan mudah didentifikasi, melalui psotingan media sosial, jika yang memposting bendera Palestina, video penyerangan Israel ke Palestina, maupun gambar buah semangka, dapat diidentikasikan sebagai pendukung Palestina. Sedangkan yang mendukung Israel dapat diidentifikasikan juga melalui hal yang sama yang dilakukannya melalui postingan media sosial.

Identifikasi yang nyata juga dapat dilihat ketika konflik antara kelompok masyarakat di Bitung, Sulawesi Utara, masing-masing dari kelompok memegang bendera Israel dan Palestina.

Namun, dalam konteks identifikasi ini juga, penulis temukan bahwa ada kelompok pendukung yang juga berdiri dengan memegang kedua bendera secara bersama-sama dan menyeruhkan perdamaian, seperti yang dilaksanakan oleh warga sorong, di Papua barat daya.

  • Komparasi

Masing kelompok pendukung Palestina dan Israel kemudian dapat melakukan perbandingan, seperti kelompok mayoritas pendukung Palestina kemudian akan menyebut diri mereka sebagai in grup dan kelompok yang mendukung Israel sebagai kelompok out grup, begitupun sebaliknya.

Kelompok ini melakukan perbandingan dan akan memunculkan narasi bahwa kelompok in grup merupakan kelompok paling benar dalam kelompok out grup adalah kelompok yang salah, begitupun sebaliknya. Demikian Kelompok pendukung Palestina akan menyebutkan bahwa diri mereka adalah kelompok yang benar dan kelompok yang tidak mendukung Palestina atau mendukung Israel adalah kelompok yang salah, begitupun sebaliknya berdasarkan hasil kategorisasi dan identifikasi yang dilakukan oleh masing-masing grup.

Setelah melakukan kategorisasi, identifikasi dan komparasi, munculah :

  1. Stereotip

Penilaian yang digeneralisasikan, Kelompok masyarakat yang mendukung Israel akan di lebel sebagai kelompok masyarakat yang mendukung tindakan penyerangan Israel yang mengorbankan masyarakat sipil, demikian juga kelompok yang mendukung Palestina akan disebutkan sebagai kelompok yang mendukung kelompok hamas yang dicap sebagai kelompok terorisme.

Penilaian ini akan muncul dikalangan kelompok masyarakat dan berkembang dengan cepat karena dapat juga dilakukan melalui media sosial atau dalam jaringan internet. Sterotip dilakukan untuk memunculkan pembeda antar kelompok.

  • Prasangka

Setelah terciptanya pembeda dari hasil stereotip, maka akan muncul prasangka negatif dari in grup kepada out grup. Kelompok yang mendukung Israel akan berprasangka bahwa kelompok yang mendukung Palestina di Indonesia merupakan kelompok yang sudah terafiliasi dengan kelompok teroris, atau ketika pemerintah melakukan pembelaan terhadap warga Palestina dengan alasan kemanusiaan, kelompok pendukung Israel akan tetap berpandangan bahwa Pemerintah Indonesia sedang mendukung kelompok jaringan terorisme Hamas.

Selain itu, Prasangka dari kelompok pendukung Palestina juga akan muncul bahwa kelompok pendukung Israel adalah kelompok jahat yang tidak memiliki sisi kemanusiaan saat melihat banyak korban yang berjatuhan setiap harinya di Palestina, namun tidak mengindahkannya.

Prasangka buruk akan lahir dari setiap kelompok, baik dari kelompok pendukung Palestina, pendukung Israel, pemerintah, dan juga secara individu. Pransangka ini akan melahirkan tindakan yang menuju kepada diskriminasi dan bahwa kekerasan terbatas dan kekerasan masal dapat terjadi jika tidak ditangani, atau dikontra dengan narasi damai.

  • Diskriminasi

Dari stereotip dan prasangka, munculah diskriminasi yang terjadi kepada kelompok. Diskriminasi bisa terjadi dari kelompok mayoritas kepada kelompok minoritas.

Jika disuatu lembaga, ada seseorang yang sudah di stereotip dan di prasangkakan oleh in grup bahwa dia adalah out grup maka tindakan diskriminasi bisa saja dilakukan. Dapat juga terjadi didaerah kabupaten, kota, dan bahkan untuk tingkat Provinsi.

Kecenderungan diskriminasi akan terjadi sebelum kekerasan terbatas terjadi, dan jika tidak diantisipasi, diskriminasi akan berlanjut dan dapat menuntut suatu kelompok untuk melakukan kekerasan yang lebih besar atau yang disebut dengan kekerasan masal.

Analisis konflik menggunakan Sistem Peringatan Dini Konflik

  1. Fase terkini konflik dapat dilihat digambaran umum konflik yang sudah disajikan dalam analisa konflik menggunakan teori identitas sosial
  • Laporan 5W1H

When? Konflik Israel versus Hamas yang terjadi di Palestina sudah terjadi semenjak tahun 1917. Namun, konflik yang terjadi antara Pendukung korban perang Israel dan Palestina baru terjadi di Indonesia. Konflik tersebut terjadi ketika kelompok pendukung Palestina sedang melakukan aksi bela Palestina kemudian dihadang oleh kelompok yang menggunakan baju adat salah satu daerah di Indonesia dengan memegang bendera Israel.

Semenjak aksi penyerangan yang dilakukan kelompok Hamas kepada Israel tanggal 07 Oktober 2023 yang menewaskan ribuan warga di Israel dan aksi balasan Israel yang dilakukan oleh tantara Israel kepada Hamas yang menewaskan belasan ribu warga sipil Palestina, aksi bela Palestina kerap kali dilakukan di Indonesia, berbagai daerah di Indonesia melakukan aksi solidaritas untuk memberikan sumbangan dan mengutuk tindakan Israel kepada Palstina, aksi tersebut hampir dilakukan 2 hingga 3 kali seminggu semenjak serangan 07 Oktober 2023 tersebut.

Where? Konflik Israel versus Hamas dilakukan di Jalur Gaza Palestina, namun konflik ini melebar karena banyaknya korban warga sipil. Salah satunya di Indonesia, para pendukung yang sudah membentuk in grup dan out grup juga mulai untuk beradu argument. Adu argument ada yang dilakukan di media sosial dan ada yang dilakukan secara tatap muka. Selain itu, konflik yang menggunakan kekerasan terjadi di Bitung, Sulawesi Utara.

Who? Kelompok yang bertikai adalah pendukung Israel dan Palestina. Kelompok Palestina sedang melakukan aksi damai untuk mendukung Palestina dan dihadang oleh kelompok pendukung Israel. Identitas kedua kelompok mudah untuk dikenal karena masing-masing kelompok memegang simbol yaitu bendera dua negara tersebut. Selain itu, perdebatan lainnya juga terjadi di media sosial antara pendukung kedua negara.

Why? Konflik terjadi saat kelompok pembela Palestina sedang melaksanakan aksi damai, dan dihadang oleh kelompok pendukung Israel. Konflik pecah karena adanya aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok pendukung Israel kepada pendukung Palestina. Selain itu, konflik lainnya yang terjadi media sosial juga terjadi melalui perdebatan kata-kata dan perbedaan pandangan atas gambar, video, maupun tulisan berupa narasi dukungan masing-masing pendukung.

How? Akibat dari perbedaan pandangan ini kemudian terjadi kekerasan terbatas. Kekerasan ini kemudian menyebabkan adanya korban jiwa. Di konfirmasi bahwa dalam konflik antar pendukung yang terjadi di Bitung, Sulawesi Utara tersebut menyebabkan 1 orang meninggal dunia dan 1 lainnya mengalami luka berat dan dirawat dirumah sakit.

  • Fase Konflik

Dalam tahapan konflik akibat perbedaan kepentingan dan pemahaman ini sudah ada dalam tahapan adu argument dan kekerasan terbatas. Selisih pendapat 80% terjadi melalui media sosial seperti di Whatsaap, Facebook, Instagram, dan Telegram. Sedangkan 20% lainnya terjadi didalam diskusi-diskusi yang dilakukan secara langsung antara masyarakat kelompok kepentingan.

Kekerasan terbatas terjadi dan mengakibatkan adanya korban jiwa, hal ini juga dapat terjadi di kota lain jika tidak diantisipasi sacara baik.  Demikian fase ini dapat menunjukan bahwa konflik kekerasan terbatas bahkan kekerasan masal sangat mungkin terjadi lagi.

  • SAT (Struktur, Akselerator, Triggers)

Struktur? Perbedaan pandangan dan pemahaman terhadap konflik, agama, daerah tempat tinggal atau lingkungan juga mempengaruhi perbedaan perspektif.  Perbedaan tersebut kemudian meluas, disebarkan melalui media sosial yang menjadi angin panas dan dapat menyuburkan api konflik.

Akselerator? Yang menjadi akselerator dalam konflik ini adalah media sosial, dan media pemberitaan melalui framing media. Media berperan sebagai angin panas yang dapat meniup api konflik, sehingga kobaran api semakin besar. Saat ini, setiap orang bisa menjadi pembuat dan penerima berita sehingga dengan sangat mudah informasi panas tentang pro Palestina atau pro Israel dapat mudah dibagikan.

Triggers? Kelompok us versus them dapat terbentuk, baik secara nasional maupun didaerah-daerah. Jika kelompok ini terbentuk kemudian menggunakan visi masing-masing kelompok untuk melihat kelompok lain maka konflik akan terjadi.

Saat ini sudah kelompok us versus them di daerah maka konflik harus segera diantisipasi, harus dilihat titik mana yang harus diperbaiki, agar tidak terjadi benturan yang kemudian menciptakan kekerasan masal.

  • Peringatan dini konflik dan reaksi dini

Berdasarkan penjalasan di atas maka beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai tanggap dini adalah :

  1. Kebijakan luar negeri Indonesia tentang dukungan Indonesia kepada Palestina dan mengecam tindakan Israel perlu untuk disosialisasikan kepada masyarakat Indonesia secara menyeluruh.  
  2. Pemerintah perlu melakukan rapat dengar pendapat bersama dewan perwakilan rakyat untuk mengantisipasi konflik antar pendukung ini melebar. Perlu juga dihadirkan pihak-pihak terkait yang dengan terang-terangan mendukung Palestina dan atau Israel, agar mendapatkan titik temu untuk mengurangi dampak konflik Bitung.
  3. Perlu dilakukan analisa mendalam tentang keputusan luar negeri Indonesia dan dampaknya terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
  4. Tim peduli korban perang harus dibentuk yang melibatkan semua unsur pemerintah dan perwakilan kelompok masyarakat dari berbagai latar belakang dan suku bangsa yang berbeda.
  5. Untuk mengantisipasi konflik kepentingan dan pemahaman yang berbeda, bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia dan atau dari dukungan masyarakat Indonesia perlu juga diberikan kepada korban perang yang adalah warga sipil dari pihak yang berkonflik bahkan termasuk juga warga negara asing yang berada dilokasi perang.
  6. Perlu juga dilakukan sosialisasi kepada seluruh rumah ibadah atau pemimpin rumah ibadah bahwa konflik yang terjadi di Palestina bukanlah perang agama, melainkan perang yang dilakukan untuk memperebutkan penguasaan wilayah.
  7. Pemerintah perlu untuk membatasi Jurnalisme Perang atau Jurnalisme yang hanya menunjukan aksi kekerasan, korban kekerasan, dan situasi perang, melainkan perlu menerapkan Jurnalisme damai, yang menunjukan sisi lain dari wilayah perang seperti kerukunan umat beragama, masyarakat yang saling menolong untuk makan dan minum, donasi yang diberikan kepada korban perang, usaha peningkatan ekonomi yang tidak berjalan baik karena perang, anak-anak tidak bisa belajar dengan baik karena perang, upaya perdamaian yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia, aksi genjatan senjata yang membuat situasi kembali kondusif damai.
  8. Kelompok yang melakukan aksi bela Palestina dan atau bela Israel sebaiknya dilakukan ditempat yang berbeda dan mendapatkan pengawasan yang ketat dari pihak keamanan.
  9. Indonesia merupakan Negara Open Sky Policy (OSP) atau dalam artian segala informasi dari manapun diijinkan masuk ke dalam handphone dan keluar dari handphone kita, sehingga edukasi digital skill, digital culture, digital ethic, dan digital safety untuk masyarakat harus dimasifkan agar masyarakat tidak mudah terkena imbas dari berita bohong atau hoax;
  10. Konflik yang terjadi di Palestina bisa saja digiring kearah politik, perang agama atau perang suku lainnya sehingga segala tindakan yang diambil perlu dijaga agar tidak muncul collateral damage (dampak ikutan).
  11. Pemerintah perlu memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa saat ini sedang terjadi perang kognitif, yaitu perang yang dilakukan dengan cara merusak mindset kehidupan berbangsa dan bernegara  Indonesia, sehingga rasa nasionalisme dan jiwa patriotisme masyarakat akan berkurang jika masyarakat tidak memiliki manajemen kritis untuk mengelola dan melakukan perbandingan atas setiap informasi yang didapatkan.

Penutup

Pemerintah perlu memiliki peringatan dini untuk merespon dan mengantisipasi setiap tindakan yang mungkin saja akan menjadi sebuah konflik yang mengganggu keamanan nasional Indonesia. Seperti halnya 11 poin yang telah sampaikan oleh penulis sebagai upaya peringatan dini dan tanggap respon dalam mencegah perluasan konflik. Kita perlu untuk terus membangun kepercayaan di antara masyarakat bahwa Indonesia bukan hanya negara kita tetapi Indonesia adalah rumah kita, tempat dimana semua orang dapat hidup dengan damai tanpa harus memikirkan perbedaan.

Indonesia harus menunjukan bahwa kita adalah tempat dimana damai Tuhan itu tinggal, sehingga cita-cita kita untuk menciptakan perdamaian dunia itu dapat terjadi.  

Penulis adalah Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han, Analis Muda Indonesia asal Papua, Lulusan pascasarjana damai dan resolusi konflik Universitas Pertahanan Indonesia, Kader Intelektual Bela Negara, Ketua Melanesian Youth Diplomacy Forum.

*) Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han, Analis Muda Indonesia asal Papua

No comments

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version