Indonesia telah mencatat pertumbuhan Triwulan I yang tertinggi sejak 2015, dengan mampu tumbuh sebesar 5,11 persen (year on year/YoY) pada Triwulan I – 2024. Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Menteri Airlangga menyampaikan di Berlin Jerman, Senin (6/5/2024, solidnya pertumbuhan ekonomi di Triwulan I tersebut juga dikonfirmasi oleh berbagai Lembaga Rating yang memberikan assesmen positif bahwa ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil.
Capaian pertumbuhan ekonomi nasional tersebut juga semakin berkualitas, tercermin dari data ketenagakerjaan (per Februari 2024) yang juga dirilis hari ini. Jumlah penduduk yang bekerja bertambah 3,55 juta orang menjadi 142,18 juta orang dibandingkan Februari 2023, sementara jumlah pengangguran berkurang sebesar 0,79 juta orang menjadi 7,2 juta orang dibandingkan Februari 2023.
Airlangga menjelaskan, proporsi pekerja formal meningkat menjadi 40,83 persen, lebih tinggi dari Februari 2023 (39,88 persen) yang utamanya didorong oleh meningkatnya pekerja dengan status buruh,karyawan, atau pegawai yang tumbuh sebesar 2,66 persen (YoY).
Dari sisi pengeluaran, tingginya realisasi berbagai belanja Pemerintah terutama untuk belanja Pemilu telah mendorong Konsumsi Pemerintah tumbuh mencapai 19,9 persen (YoY). Hal tersebut juga tercermin dari Konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT) yang tumbuh melejit hingga 24,29 persen (YoY) yang disebabkan adanya kegiatan Pemilu.
Airlangga menambahkan, selain itu Konsumsi Rumah Tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) masih menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, meski di tengah net ekspor yang negatif. Kondisi tersebut menunjukan permintaan domestik yang masih kuat dan didukung oleh kebijakan fiskal sebagai shock absorder dalam merespons kondisi ketidakpastian global yang terjadi saat ini.
Dengan berbagai capaian kondisi perekonomian tersebut, Indonesia mampu menjadi salah satu negara yang tumbuh kuat dan persisten berada di level yang tinggi dibandingkan dengan sejumlah negara lain seperti Malaysia (3,9 persen), South Korea (3,4 persen), Singapura (2,7 persen), dan Meksiko (1,6 persen).
Pertumbuhan ekonomi nasional tersebut juga disertai dengan tingkat inflasi yang rendah dan terkendali sebesar 3,0 persen atau lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain seperti India (4,9 persen), Brazil (3,9 persen), dan Filipina (3,7 persen).
Ke depan untuk sisa periode 2024, kondisi perekonomian global diestimasikan masih menghadapi ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan suku bunga yang tinggi, peningkatan tensi geopolitik, hingga pelemahan permintaan global. Meski demikian, berdasarkan publikasi WEO IMF April 2024, perekonomian nasional 2024 diproyeksikan akan tetap resilien pada kisaran 5 persen dan pada 2025 akan mengalami peningkatan serta melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi global dan rata-rata negara berkembang.
Sebagai upaya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi tersebut, Pemerintah telah mencanangkan sejumlah strategi mulai dari menjaga daya beli dan stabilitas harga melalui kebijakan bantuan sosial, PPN DTP Properti, pengendalian inflasi dengan 4K, menjaga ketahanan sektor eksternal melalui optimalisasi penerimaan DHE SDA dan memperkuat implementasi LCT, hingga mengakselerasi kinerja kebijakan sektoral lainnya melalui peningkatan nilai tambah dengan hilirisasi dan percepatan transisi energi dengan Electric Vehicle (EV).