Home Ekonomi Dampak Ekonomi Konflik Iran-Israel: Langkah Pemerintah untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi

Dampak Ekonomi Konflik Iran-Israel: Langkah Pemerintah untuk Menjaga Stabilitas Ekonomi

0

Dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan geopolitik yang memanas di kawasan Selat Hormuz menimbulkan kekhawatiran terhadap distribusi minyak dunia. Sebagai jalur strategis yang mengalirkan sekitar 21% volume minyak global, gangguan di selat tersebut dapat memicu lonjakan harga minyak internasional. Fithra Faisal, ekonom dari Universitas Indonesia, memaparkan bahwa kenaikan harga minyak hingga USD 100 per barel bukanlah hal yang mustahil dalam situasi ini. Lonjakan harga ini, menurutnya, akan memberikan dampak langsung terhadap perekonomian Indonesia, terutama pada sektor fiskal.

Dampak Kenaikan Harga Minyak Terhadap Fiskal Indonesia

Menurut Fithra, jika harga minyak mencapai USD 100 per barel, pemerintah Indonesia akan menghadapi beban tambahan sekitar IDR 120 triliun untuk mempertahankan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada level saat ini. Beban fiskal yang meningkat ini berpotensi membuat defisit fiskal melampaui 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang bisa menimbulkan kekhawatiran bagi investor global mengenai kesehatan ekonomi Indonesia.

Namun, Fithra menilai bahwa pemerintah masih memiliki ruang untuk mengurangi dampak tersebut. Salah satu langkah yang diusulkan adalah menaikkan harga BBM sebesar 10-20%. Dengan langkah ini, beban fiskal dapat ditekan hingga maksimal IDR 70 triliun. Meskipun kenaikan harga BBM mungkin akan dirasakan masyarakat, simulasi menunjukkan bahwa dampaknya terhadap inflasi akan tetap terkendali. Pada tahun 2022, pemerintah berhasil menahan kenaikan inflasi di bawah 6%, meskipun harga BBM saat itu naik hingga 30%.

Tekanan Ekonomi dari Nilai Tukar dan Geopolitik

Selain dampak langsung dari kenaikan harga minyak, Fithra juga menyoroti dua faktor lain yang menekan APBN Indonesia, yaitu melemahnya nilai tukar rupiah dan risiko geopolitik yang terus membayangi. Pada Juli 2024, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sempat menyentuh IDR 16.400, memperburuk beban fiskal negara. Setiap kenaikan harga minyak sebesar USD 1 per barel diperkirakan akan meningkatkan tekanan fiskal sebesar IDR 6,9 triliun.

Dalam skenario terburuk, jika tidak ada penyesuaian harga BBM, pemerintah akan menghadapi risiko defisit fiskal sebesar IDR 120 triliun. Namun, langkah moderat yang diusulkan oleh Fithra, yaitu kenaikan harga BBM sebesar 10-20%, dapat mencegah tekanan yang lebih besar dan menjaga stabilitas ekonomi secara keseluruhan.

Kebijakan Intervensi untuk Menjaga Keseimbangan

Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah telah mengalokasikan IDR 37 triliun sebagai antisipasi kenaikan harga BBM. Namun, Fithra menyarankan tambahan anggaran sebesar IDR 33 triliun untuk menjaga kestabilan harga BBM dan mencegah dampak yang lebih luas. Dengan langkah ini, pemerintah dapat memitigasi kenaikan biaya produksi yang ditanggung oleh produsen akibat kenaikan harga energi, sehingga harga di tingkat konsumen tidak melonjak drastis.

Pemerintah juga dapat melakukan intervensi pada sektor suplai dengan memberikan subsidi kepada produsen yang terdampak. Ini bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah lonjakan harga komoditas utama. Langkah ini sangat penting mengingat data Purchasing Managers’ Index (PMI) Indonesia menunjukkan adanya kontraksi pada sektor industri dalam beberapa bulan terakhir, yang disebabkan oleh meningkatnya biaya produksi.

Kesimpulan

Analisis Fithra Faisal menunjukkan bahwa kenaikan harga minyak dunia memang membawa ancaman signifikan bagi stabilitas fiskal Indonesia. Namun, dengan langkah-langkah strategis seperti penyesuaian harga BBM dan intervensi fiskal yang lebih ekspansif, pemerintah memiliki peluang untuk menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat. Pandangan ini menyoroti perlunya respons cepat dan tepat dari pemerintah dalam menghadapi tantangan global yang kompleks.

No comments

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version