Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara terus mengidentifikasi berbagai sumber pencemar udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi. Sampai saat ini, 32 perusahaan telah diawasi karena terindikasi kuat melakukan pelanggaran di bidang lingkungan dan menjadi pihak penyebab pencemaran udara.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengemukakan, pihaknya sudah dan sedang melakukan pengawasan terkait 32 perusahaan atau industri di wilayah Jabodetabek. Meski perusahaan berada di tingkat daerah, pengawasan dapat dilakukan oleh pemerintah pusat karena terdapat indikasi ada pelanggaran serius di bidang lingkungan hidup.
”Sebanyak 32 perusahaan yang diawasi bergerak di bidang stockpile batubara, mengoperasikan boiler, manufaktur, semen, logam, dan sebagainya,” ujar Rasio yang juga Ketua Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran Udara dalam konferensi pers di Media Center KLHK, Jakarta, Jumat (8/9/2023).
Dari 32 perusahaan tersebut, sembilan perusahaan di antaranya tengah melalui proses sanksi administrasi, 8 perusahaan telah diberi sanksi administrasi, 2 perusahaan sedang dalam pengumpulan bahan dan keterangan, serta 13 perusahaan dalam pengawasan. Kemudian dari 32 perusahaan itu, 13 perusahaan telah disegel dan dipasang plang penghentian kegiatan usaha.
Ditjen Gakkum mencatat, total 59 perusahaan mempunyai emisi tinggi dari kegiatan usahanya. Perusahaan tersebut bergerak di bidang peleburan logam, pembangkit listrik, stockpile batubara, semen, pulp dan kertas, tekstil, serta makanan. Kemudian 49 perusahaan juga tercatat memiliki pembangkit listrik sendiri menggunakan batubara.
Selain itu, satgas mengawasi pembakaran terbuka di 57 lokasi yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, serta Kabupaten dan Kota Bogor. Kegiatan pembakaran tersebut berupa pembakaran sampah, kebun, kabel, dan pembuatan arang.
Rasio menjelaskan, sebelum penindakan, pemantauan dilakukan melalui 15 stasiun pemantau kualitas udara yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Sebanyak lima stasiun pemantau mendeteksi kualitas udara dengan kategori tidak sehat. Kemudian satgas mengidentifikasi sejumlah industri yang terindikasi menyebabkan pencemaran udara di area tersebut.
”Kami akan terus melakukan langkah hukum yang amat serius berkaitan dengan terjadinya penurunan kualitas udara di Jakarta. Kami sudah memerintahkan untuk melakukan penegakan hukum pidana di samping pemberian sanksi dan penghentian. Kami juga menyiapkan gugatan perdata untuk ganti rugi lingkungan,” katanya.
Dalam gugatan perdata pencemaran udara, satgas akan menggunakan konsep strict liability atau pertanggungjawaban mutlak dari tergugat karena menimbulkan kerugian kepada penggugat dan masyarakat luas. Konsep tersebut kerap diterapkan untuk menangani atau menggugat perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Baku mutu
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK Tulus Laksono menyatakan, aturan tentang baku mutu kualitas udara Indonesia baru direvisi. Aturan tersebut kemudian dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kami akan terus melakukan langkah hukum yang amat serius berkaitan dengan terjadinya penurunan kualitas udara di Jakarta.
Dalam lampiran PP itu disebutkan, baku mutu partikel debu berukuran 2,5 mikrogram (PM 2,5) per 24 jam, yakni 55 mikrogram per meter kubik (ug/m3) dan PM 10 75 ug/m3.
Angka baku mutu udara ambien Indonesia tersebut masih di atas standar terbaru yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Tercatat standar baku mutu udara per 24 jam yang ditetapkan WHO untuk PM 2,5 adalah 15 ug/m3 dan PM 10 sebesar 45 ug/m3.
Terkait angka baku mutu Indonesia yang masih di atas standar WHO, Tulus menyebut bahwa hal tersebut hanya pedoman bagi setiap negara. Ia juga menekankan bahwa setiap negara berhak menetapkan baku mutu ambien kualitas udaranya masing-masing sesuai dengan hasil riset atau kajian yang dilakukan.
Sebagai upaya mengatasi pencemaran udara, lanjut Tulus, satgas telah melaksanakan uji emisi kendaraan bermotor di kantor KLHK dengan jumlah mencapai 100-150 kendaraan per hari. Sejak pertama kali diadakan pada 17 Agustus-7 September, 2.700 kendaraan telah menjalani uji emisi dan dengan rata-rata hasil tidak lolos mencapai 20 persen.
”Pemerintah DKI Jakarta sudah menerapkan tilang uji emisi. Kami juga akan mengusulkan kendaraan yang menyeberang antar-pulau bisa lulus uji emisi sehingga lebih efektif. Kemudian memperpanjang kebijakan ganjil-genap barangkali juga bisa menjadi alternatif menurunkan emisi dari kendaraan bermotor,” katanya.