Ketegasan dan Kolaborasi dalam Menghadapi Separatis dan Teroris di Papua

Date:

Eksistensi serta eskalasi kelompok separatis masih menjadi kajian bersama oleh pemerintah maupun masyarakat. Berdasarkan data pada tahun 2022, terdapat 53 korban jiwa yang berasal dari sipil maupun aparat TNI-Polri menjadi korban kekejaman kelompok separatis. Tak hanya di wilayah Puncak saja, namun kekejaman kelompok tersebut juga terjadi di beberapa tempat, salah satunya yakni pegunungan bintang. Sudah menjadi aturan bersama pada level dunia, bahwa petugas medis tidak boleh diserang. Namun kelompok separatis benar-benar menyerang petugas medis, di Puskesmas distrik Kiwirok, kabupaten Pegunungan Bintang, 13 September 2021 lalu. Perawat yang terjebak disiksa, diperkosa, dibunuh dan dilemparkan ke jurang. Berselang 6 bulan kemudian, menyusul penyerangan kelompok separatis terhadap pekerja tower Palapa Timur Telematika (PTT). Sebanyak 8 pekerja tewas ditembak di distrik Ilaga, kabupaten Puncak.

Kejadian terbaru, kembali beredar video pendek di media sosial yang menampilkan adanya kekerasan dari Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua terhadap beberapa orang masyarakat sipil Papua. Berdasarkan pemberitahuan resmi dari Wakapolda Papua, Brigjen Ramdani Hidayat, menyampaikan bahwa pada dini hari tanggal 24 Agustus 2023, telah terjadi penembakan yang dilakukan oleh KST Papua wilayah Ilaga, Puncak, Papua Tengah terhadap warga sipil Papua serta mereka melakukan pembakaran Gudang beras milik Pemerintah di Kabupaten Puncak.

Salah satu hal yang masih menjadi perhatian bersama terkait masalah separatisme di Papua berkaitan dengan penyebutan nama. Terdapat dua penyebutan yang sering muncul di medi, yakni Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB), dan Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua.  Dalam hal KKB berkedok separatis, konstitusi menjamin keterlibatan TNI. UUD pasal 30 ayat (3), menyatakan, “Tentara Nasional Indonesia … sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedauluatan negara.” Negara memiliki Koopsus TNI yang beranggota personel tiga matra dengan klasifikasi mahir, dan khusus bertugas menumpas terorisme. Ketidaktegasan penanganan bisa berdampak menjamurnya KKB baru pada kawasan lain, di sekitar Papua. Seluruh tindakan brutal, dan kekejaman yang dilakukan KKB di seluruh kawasan Papua, dapat “ditimbang” dengan UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan menggolongkan realita kriminal bersenjata sebagai terorisme, maka negara dapat melakukan operasi pemberantasan lebih efisien, sekaligus lebih melindungi rakyat. Disamping itu, perlu digarisbawahi bahwa senjata KKB bukanlah alat tradisional, melainkan senjata api berstandar perang. Maka KKB sudah tergolong pasukan pemberontak kombatan yang wajib untuk segera ditumpas.

Analis Komunikasi Politik dan Militer Universitas Nasional (Unas), Selamat Ginting pernah menyatakan tak setuju jika pemerintah masih menggunakan analogi KKB untuk menyebut kelompok separatis di Papua. Hal tersebut karena yang dilakukan bukan sekadar kriminal saja, melainkan memiliki tujuan melepaskan diri dari Indonesia. Gerakan separatis tersebut secara terang-terangan menyebut dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) sejak tahun 1965. Front politik dari gerakan ini secara eksplisit menginginkan referendum untuk memilih merdeka dan lepas dari Indonesia. Mereka sudah memiliki bendera, lagu kebangsaan, lambang negara, pemerintahan, dan militer. Menjadi pertanyaan bersama, mengapa pemerintah masih bersikukuh dan berkutat pada analogi yang kurang tepat. Padahal, BIN sejak beberapa tahun lalu telah menggunakan istilah Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua. OPM jelas sebagai gerakan separatis yang harus ditumpas dengan kekuatan militer.

Anggota Komisi I DPR RI, Yan Mandenas juga turut menyampaikan masukan terkait penanganan separatisme di Papua. Disebutkan bahwa penyelesaian permasalahan tersebut tak bisa diserahkan hanya kepada aparat TNI dan Polri. Namun diperlukan adanya kolaborasi antar pemangku kepentingan. Dengan adanya kerja sama dari semua pihak, dipastikan daerah Papua bakal aman dan kondusif sehingga adanya gejolak bisa teratasi. Kemudian untuk jajaran TNI, dirinya memiliki saran kepada panglima agar membenahi diri secara internal sampai tingkat bahwa dalam mengatasi masalah separatisme di Papua. Sementara itu, peneliti Tata Kelola dan Konflik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Poltak Partogi Nainggolan juga memiliki sejumlah masukan. Menurutnya, absennya pendekatan holistik yang terkoordinasi dengan baik, terukur dan efektif menjadi problem utama mengapa upaya mengatasi gerakan separatisme Papua masih sulit dilakukan secara tuntas dan menyeluruh hingga saat ini.

Merespon kondisi tersebut, dalam upaya penyelesaian permasalahan di Papua diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat Papua. Pemerintah dapat menunjuk diplomat orang asli Papua untuk berbicara tentang Papua di forum-forum internasional agar semakin menguatkan posisi Papua di Indonesia. Kemudian perlu adanya pendampingan, pembinaan, dan pengawasan kepada pemerintah daerah dalam pengelolaan dana Otsus agar pembangunan di daerah dapat lebih fokus dan tepat sasaran. Pemerintah juga perlu menyelesaikan adanya tuduhan kasus pelanggaran HAM melalui proses hukum dan juga penyelesaian sesuai dengan adat Papua. Terakhir, pemerintah juga harus hadir hingga ke pedalaman Papua, terutama kepada aparat keamanan demi meningkatkan rasa aman masyarakat terhadap gangguan kelompok separatis dan teroris Papua.

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 sebagai Momentum Persatuan Bangsa

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 sudah di depan mata,...

UU Cipta Kerja Kuatkan Fundamental Ekonomi Nasional

Undang-Undang (UU) Cipta Kerja merupakan salah satu kebijakan penting pemerintah dalam memajukan perekonomian nasional....

Pemerintah Konsisten Kawal Percepatan Pembangunan di Papua

Seorang tokoh gereja di Papua, Pendeta Iker Rudy Tabuni...

Pemerintah Bangun Infrastruktur Industri Gula dan Bioetanol di Merauke

Pemerintah sedang membangun lima pabrik gula yang terintegrasi dengan bioetanol di...