*) Steve Rick Elson Mara, S.H., M.Han
PENDAHULUAN
Dalam 1 dekade terakhir, konflik yang terjadi di Papua terus mengalami eskalasi, seperti yang ditulis penulis didalam bukunya yang berjudul Kita Semua Mau Hidup Damai terbitan balai Pustaka tahun 2021, bahwa konflik yang terjadi di Papua bersumber dari 5 sumber konflik yaitu konflik hubungan, konflik struktural, konflik nilai, konflik data, dan konflik kepentingan.
Konflik yang terjadi ini pun memiliki cara penanganan yang berbeda, sebut saja penanganan konflik Papua akan berbeda setiap kali terjadi perubahan kepemimpinan di tingkat pusat dan daerah. Jika dilihat dalam 10 tahun terakhir, atau semenjak tahun 2013, ada beberapa perubahan yang terjadi dalam penanganann konflik Papua oleh TNI.
Pada masa kepemimpinan Jenderal TNI Moeldoko semenjak 30 agustus 2013 hingga 08 Juli 2015 atau sekitar 1 tahun dan 312 hari tersebut, konsep penanganan konflik di Papua adalah pendekatan persuasif teritorial tanpa mengabaikan keamanan dan kedaulatan negara diwilayah perbatasan. Selanjutnya, dalam masa kepemimpinan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo selama 2 tahun dan 153 hari atau semenjak 08 Juli 2015 sampai dengan 08 Desember 2017, Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan antropologi budaya serta soft power yang melibatkan semua unsur masyarakat yang terdiri dari tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat.
Selanjutnya, Semenjak 08 Desember 2017 hingga 17 November 2021 atau sekitar 3 tahun dan 344 hari, pendekatan penyelesaian konflik yang dilakukan oleh TNI dalam kepemimpinan Marsekal TNI Hadi Tjahjanto adalah pendekatan Kesejahteraan kepada masyarakat, namun terjadi perubahan ketika kelompok bersenjata di Papua yang dilabel menjadi kelompok terorisme.
Dalam masa kepemimpin selanjutnya, Jenderal TNI Andika Perkasa semenjak 17 November 2021 hingga 19 Desember 2022 atau selama 1 tahun dan 32 hari, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan lunak dengan skema memenangkan pertempuran tanpa peperangan, pendekatan ini lebih memanfaatkan komunikasi dalam menangani kasus di Papua.
Berikutnya, dalam kepemimpinan Laksamana TNI Yudo Margono selama 11 bulan dan 3 hari atau semenjak 19 Desember 2022 hingga 22 November 2023, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan humanis untuk menyelesaikan berbagai masalah di Papua, termasuk pengurangan pengiriman prajurit TNI ke Papua, namun dalam penanganan kelompok bersenjata tetap akan dilaksanakan secara tegas, apalagi jika eskalasi penyerangan kelompok bersenjata kepada masyarakat dan aparat terjadi peningkatan.
Saat ini, di akhir tahun 2023 terjadi perubahan kepemimpinan lagi dalam organisasi TNI, Panglima TNI saat ini adalah Jenderal TNI Agus Subiyanto. Pendekatan penyelesaian konflik Papua yang dicanangkan oleh Jenderal TNI Agus Subiyanto adalah pendekatan Smart Power, yaitu pendekatan yang dikombinasikan antara pendekatan hard power, soft power, dan diplomasi. Menurut Jenderal TNI Agus Subiyanto, pendekatan ini dilakukan karena Papua punya karakteristik sendiri, dengan wilayah yang memiliki kearifan lokal dan tradisinya beragam. Kegiatan intelijen dan teritorial akan dikedepankan dengan tujuan membangun wiayah Papua seperti pembangunan infrastruktur jalan, jembatan, puskesmas, hingga fasilitas umum.
Selain itu, pendekatan dalam bidang kesehatan juga akan dilakukan seperti prajurit TNI yang akan melaksanakan kegiatan vaksinasi hingga pencegahan stunting. Namun, pendekatan hard power juga tetap dilakukan untuk menghadapi kelompok bersenjata yang mengancam kedaulatan negara
Sementara dalam pendekatan kegiatan diplomasi, TNI juga mengedepankan politik diplomatik militer antarwilayah yang berbatasan langsung dengan Papua, dan juga membangun hubungan yang baik dengan negara tetangga. Diplomasi militer antarwilayah dilakukan dengan melakukan memorandum of understanding untuk latihan bersama, hingga pertukaran pelajar dengan negara-negara tetangga.
Berbagai pendekatan yang dilakukan dalam 1 dekade terakhir ini tentunya memiliki dampak positif dan juga negatif, baik terhadap masyarakat Papua secara langsung maupun terhadap segala kebijakan pusat yang diambil untuk Papua. Penulis akan mencoba melakukan Analisa terhadap pendekatan Smart Power yang dicanangkan kali ini.
PEMBAHASAN
Smart Power dapat diartikan sebagai sebuah tindakan yang dilakukan berdasarkan cara-cara cerdas atau berbasis pada kemahiran dalam satu bidang. Dalam batasan arti yang diambil dari catatan perpustakaan Lemhanas RI, Smart Power diartikan sebagai kekuasaan (power) yang berbasis pada kemahiran atau seni sebuah entitas politik untuk memanipulasi praktek penggunaan hard power dalam konteks soft power dalam rangka mencapai tujuan tertentu, yaitu melibatkan penggunaan strategi diplomasi persuasif, peningkatan kapasitas, dan proyeksi kekuasaan dan membangun pengaruh (influence building) melalui cara bertindak yang hemat biaya, namun memiliki legitimasi politik dan sosial.
Jika dilihat dari pengertiannya, maka pendekatan smart power untuk penyelesaian konflik di Papua adalah penyelesaian yang tepat sasaran dengan mengedepankan kemahiran dalam satu bidang tertentu untuk mengkombinasikan kekuatan militer dengan pendekatan teritorial dan cara diplomasi, artinya Militer yang dilatih untuk berperang dan menghabiskan lawan dimedan tempur yang berat, akan dirubah menjadi Militer terjun kedalam medan yang berat untuk mewujudkan Papua yang sejahterah, Papua yang sehat, Papua yang adil dan makmur.
Namun muncul pertanyaan bagi kita, bagaimana agar penggunaan pendekatan smart power ini bisa berhasil dengan melihat dinamika konflik kekerasan di Papua yang terus bermunculan dan setiap dinamika konflik ini pasti menyisahkan luka dan dendam. Kemudian apakah pendekatan smart power ini dapat didukung dengan konsep persiapan yang baik, pola operasi yang tepat, inovasi dalam akselerasi, dan pola interaksi keberhasilan.
KONSEP PERSIAPAN
Dalam konsep persiapan ini, berkaitan erat dengan siapa yang akan melakukan pendekatan smart powertersebut, jika konsep ini disampaikan oleh panglima TNI, maka yang akan melaksanakan konsep ini adalah prajurit TNI. Maka, persiapan harus dilakukan kepada prajurit TNI baik yang bertugas di Papua maupun yang akan ditugaskan ke Papua.
Prajurit TNI harus dituntut untuk memiliki kecerdasan sosial dan budaya. Untuk memiliki kecerdasan sosial maka, prajurit perlu untuk memiliki kecerdasan emosi atau cara untuk memahami dan mengenali emosi bukan hanya pada diri sendiri tetapi juga memahami orang lain dan bagaimana menggunakan emosi tersebut. Artinya ketika mereka mampu memahami emosi orang lain maka hubungan mereka dengan orang tersebut dapat dibangun dengan lebih baik.
Sedangkan memiliki kecerdasan budaya adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan budaya lain dan memahami budaya tersebut, seperti halnya prajurit TNI satuan tugas yang datang dari latar belakang suku budaya yang berbeda (Jawa, Sulawesi, Sumatera, Kalimantan) harus memahami budaya dan ciri kesukuan di Papua.
Untuk memberikan pedoman awal bagi prajurit yang hendak ditugaskan ke Papua. Pedoman awal yang dapat diberikan untuk meningkatkan kecerdasan emosional prajurit yaitu:
- Prajurit ditugaskan ke Papua harus membawa misi perdamaian dan dengan cara yang humanis, sehingga tindakan yang dilakukan dan diambil harus dengan Smart Power yang dilakukan untuk menjaga integrasi nasional Indonesia.
Hal ini sebagai lagkah awal prajurit memahami emosinya sendiri yang dikorelasikan dengan emosi pimpinannya yaitu Emosi Panglima TNI yang menginginkan pendekatan soft kepada masyarakat Papua secara umum dan pendekatan hard kepada kelompok bersenjata secara khusus, serta cara diplomasi dengan negara-negara tetangga disekitar Papua.
- Untuk meningkatkan kecerdasan budaya maka perlu dilakukan pre-deperture training (PDT) atau pengenalan budaya awal tentang keadaan budaya atau kebiasaan masyarakat Papua, medan lokasi yang ditujui, penggunaan bahan kontak, serta budaya apa yang harus diajarkan kepada masyarakat Papua terutama di daerah konflik untuk memberikan rasa nyaman bagi masyarakat setempat dan prajurit yang ditugaskan.
Pemberian pedoman awal dan PDT ini dapat diterapkan bagi aparat teritorial (apter) yang akan dikirim maupun satuan tugas lainnya agar memiliki kecerdasan sosial yang tinggi. Ini menjadi penting untuk dilakukan, karena culture shock tidak hanya terjadi ketika prajurit bertugas keluar negeri, tetapi ketika mereka hidup didaerah baru didalam negeri dengan budaya berbeda juga dapat menuntut terjadinya culture shock dan ini bahaya untuk kondisi psikologis prajurit.
Pelaksanaan PDT ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan sebelum pengiriman apter atau satgas agar pasukan lebih siap secara psikologis dan mengetahui daerah yang mereka tujui.
Latihan tempur untuk menghadapi ancaman kontak senjata ringan dan berat harus dipersiapan secara total untuk mempersiapkan prajurit melaksanakan hard power karena tantangan dan rintangan di medan tugas yang berat. Sekalipun satuan tugas teritorial untuk operasi damai dan kesejahteraan tetapi di daerah konflik di Papua terdapat kelompok kriminal bersenjata dengan kelengkapan senjata dan penguasaan medan yang baik sehingga satgas harus memiliki kemampuan dan taktik tempur yang mumpuni.
Selain itu, apter dan satgas yang ditugaskan didaerah perkotaan seperti Jayapura, Merauke, Wamena, Nabire, Manokwari, dan Sorong harus memiliki kemampuan intelektual yang mumpuni untuk membaca dan melakukan counter strategy terhadap kelompok think tank organisasi kontra NKRI. Sama halnya bagi apter dan satgas yang ditugaskan didaerah perbatasan negara harus melakukan kegiatan diplomasi dengar warga sekitar daerah perbatasan.
POLA OPERASI
Sesuai dengan keputusan politik pemerintah tentang pola pendekatan ke Papua bukan lagi sepenuhnya pendekatan militer tetapi pendekatan kesejahteraan, maka operasi yang dilakukan harus disesuaikan dengan yang telah dilatih pada saat pra-tugas atau PDT yang sudah dipersiapkan.
Pola operasi tidak lagi operasi militer dengan mengedepankan Ovensif aktif tetapi defensif aktif artinya tetap memperhatikan pertahanan dan sewaktu-waktu jika diserang, prajurit sudah siap untuk menghadapinya. Pendekatan yang dilakukan tidak lagi mengedepankan kekerasan tetapi humanis dengan tetap berpedoman pada nilai kemanusian dan doktrin TNI.
Selanjutnya, kebijakanan operasi harus dinilai, biasanya sebuah kebijakan akan diberikan waktu pemberlakuannya dan kemudian dikalibrasi lagi, apakah kebijakan tersebut masih efektif untuk dijalankan atau kebijakan tersebut sudah berada diluar dari keinginan pemerintah pada saat awal penerapan polatersebut.
Segala bentuk operasi yang dilakukan harus dicatatkan dan dilaporkan kepada atasan perkembangannya setiap hari, tidak ada tugas tambahan yang diberikan, jika telah diberikan kepada aparat teritorial maka itu adalah tugas mulia yang dipercayakan. Artinya operasi yang dilakukan tidak keluar dari tugas dan tanggung jawab agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Tidak perlu ada tugas tambahan seperti operasi yang dilakukan diluar dari pada tugas pokok TNI, kecuali ada permintaan khusus dari lembaga terkait misalnya dari POLRI dan atau dari pemerintah daerah untuk melibatkan TNI.
INOVASI DALAM AKSELERASI
Pendekatan kesejahteraan dapat dimulai dengan pembangunan sumber daya manusia dan peningkatan ekonomi masyarakat, sejauh ini sudah ada program seperti TNI mengajar ke sekolah dan gereja namun sering kali mendapatkan perhatian dari masyarakat karena pola mengajar yang masih menggunakan baju seragam TNI dan membawa senjata.
Dengan menggunakan defensif aktif, TNI yang ditugaskan mengajar ke sekolah sebaiknya menggunakan baju non-militer dan tidak membawa senjata, sedangkan yang melakukan pengamanan disekitar wilayah sekolah menggunakan seragam dan membawa perlengkapan senjata lengkap. Operasi ini dapat digunakan untuk menumbuh kembangkan minat dan bakat sekaligus membangun rasa nasionalisme dengan pengajaran materi Bela Negara dan Pancasila.
Peningkatan ekonomi dilakukan dengan mengajarkan masyarakat sekitar untuk menjadi pengusaha lokal dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Selain itu, dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat, TNI dapat terlibat aktif dalam berbagai kegiatan kesehatan seperti pelaksanaan vaksinasi, pencegahan stunting, sosialisasi pencegahan penyebaran HIV/AIDS, serta pencegahan penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang.
Pola operasi ini jika dilakukan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut maka akan meningkat kesejahteraan di Papua, namun demi keberhasilan operasi maka bukan hanya masyarakat Papua yang ditolong agar sejahterah melainkan para anggota apter dan satuan tugas yang bertugas juga diperhatikan kesejahteraannya oleh pimpinan agar semangat kerja dan tidak ada beban secara psikologis.
POLA INTERAKSI KEBERHASILAN
Pola interaksi menjadi kunci menuju keberhasilan dalam operasi, beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pola interaksi adalah mengetahui budaya dan kebiasaan warga setempat. Untuk mengetahuinya maka lembaga yang pertama kali harus dirangkul adalah gereja melalui pendeta. Mayoritas masyarakat Papua beragama Kristen sehingga masyarakat Papua selalu taat dengan dengar dengan pendetanya.
Selanjutnya adalah tokoh adat yaitu kepala suku besar (didaerah pegunungan) dan ondoafi (didaerah pesisir pantai). Tokoh adat harus diajak komunikasi secara berkala, kemudian tokoh perempuan, dan tokoh pemuda juga dapat dirangkul.
Pola interaksi yang penting dibangun juga adalah bersama FORKOPIMDA (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) yaitu Bupati dan Organ Perangkat daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta Majelis Rakyat Papua.
Pola interaksi umum juga harus dibangun harus dibangun seperti contoh yang dilakukan satuan anggota TNI di Puncak bersama salah satu warga yang bernama Kakak Moro, satuan tersebut membangun interaksi yang bagus hingga mendapatkan hati dan pikiran Kakak Moro. Selain itu, ada juga seorang anak kecil yang bernama Melson, yang sangat dekat dengan TNI.
Pola interaksi yang sangat baik dengan masyarakat dapat dimulai dengan pemberian bahan kontak seperti rokok, kopi, teh, biskuit, permen, mainan anak-anak, baju dan bahan pokok lainnya. Dapat juga dilaksanakan dengan pelaksanaan lomba dan peringatan hari raya atau hari besar nasional lainnya yang melibatkan masyarakat Papua. Hal ini dapat membuka komunikasi yang baik antara TNI dengan masyarakat.
Selain itu, untuk meningkatkan interaksi yang baik dengan negara-negara tetangga yang berbatasan daratan dan perairan dengan Papua, dapat dibangun pola latihan bersama menghadapi kelompok bersenjata Papua maupun kegiatan lainnya yang melibatkan langsung aparat keamanan dan masyarakat sipil didaerah perbatasan.
Dengan output yang diharapkan dari pendekatan smart power ini adalah tanah Papua yang damai, sejahterah, adik, dan Makmur, serta demi menjaga keamanan nasional dan kedaulatan NKRI.
PENUTUP
Semua pendekatan yang diberikan oleh setiap Panglima TNI dalam 1 dekade terakhir atau semenjak 2013 hingga saat ini adalah baik, karena disesuaikan dengan pola perkembangan ancaman dan eskalasi konflik yang ada.
Pola pendekatan smart power yang dicanangkan oleh Panglima TNI Agus Subiyanto saat ini dapat menjadi langkah strategis yang bagus untuk pendekatan penyelesaian konflik Papua kedepan. Jika pelaksanaan smart power didukung dengan konsep persiapan yang sesuai, pola operasi yang tepat, inovasi dalam akselerasi, dan pola interaksi keberhasilan yang terus ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan, maka pendekatan ini dapat menjadi kunci sukses pendekatan TNI di Papua kedepan.
Seiring dengan hal tersebut, menurut penulis pengembangan rencana aksi yang dilakukan melalui smart power harus terus dilihat pola pelaksanaannya dan dikaji oleh TNI, sehingga dapat dilakukan kalibrasi dan penyesuaian secara tepat dan cepat. Hal ini agar TNI selalu satu langkah lebih maju dari ancaman militer dan non-mliter yang akan datang.
Daftar Pustaka
Mara, Steve. 2021, Kita Semua Mau Hidup Damai, Balai Pustaka, Jakarta.
Kbr.id. 2015, TNI Ubah Pendekatan Militer, Khusnul Khotimah, https://kbr.id/nasional/05-2015/tni_ubah_pendekatan_militer_di_papua/70803.html.
Puspen TNI. 2016, Panglima TNI : Atasi konflik sosial dengan kekompakan dan pendekatan antropologi budaya, https://tni.mil.id/view-92981-panglima-tni-atasi-konflik-sosial-dengan-kekompakan-dan-pendekatan-antropologi-budaya.html.
CNN Indonesia. 2021, DPR Sebut andika perkasa enggan pakai pendekatan perang di Papua https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211106191913-32-717592/dpr-sebut-andika-perkasa-enggan-pakai-pendekatan-perang-di-papua.
Voa Indonesia. 2022, Resmi dilantik, penglima TNI baru janjikan pendekatan humanis di Papua. https://www.voaindonesia.com/a/resmi-dilantik-panglima-tni-baru-janjikan-pendekatan-humanis-di-papua-/6882291.html.
Antara News. 2023, Panglima TNI canangkan pendekatan Smart Power di Tanah Papua : https://www.antaranews.com/berita/3835248/panglima-tni-canangkan-pendekatan-smart-power-di-tanah-papua.
Perpustakaan Lemhanas RI, Smart Power adalah kekuasaan berbasis pada kemahiran, page 16, http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010-121500000010581/swf/4937/files/basic-html/page16.html#:~:text=Smart%20power%20adalah%20kekuasaan%20(power,kapasitas%2C%20dan%20proyeksi%20kekuasaan%20dan