Pemerintah Indonesia baru-baru ini menyatakan akan mengupayakan pemulangan Encep Nurjaman Riduan Isamuddin alias Hambali, yang saat ini masih mendekam di penjara Guantanamo, Kuba.
Hambali, yang dikenal sebagai salah satu otak di balik aksi terorisme besar seperti Bom Bali 1 pada 2002 dan pengeboman Hotel JW Marriot pada 2003, telah 18 tahun berada di penahanan Amerika Serikat.
Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, menyampaikan pandangannya terkait wacana pemulangan Hambali ke Indonesia. Menurutnya, meskipun ini adalah langkah yang bisa dianggap positif, rencana ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Ken Setiawan memberikan dukungan terhadap rencana pemulangan Hambali, meskipun ia mengakui bahwa masih ada ketidakpastian tentang bagaimana langkah hukum yang akan diambil terhadapnya setelah kembali ke Indonesia.
Salah satu pertanyaan yang muncul adalah apakah Hambali akan diberikan pengampunan atau akan tetap dihukum mati, seperti yang diterima oleh tiga terpidana mati Bom Bali, yakni Amrozi, Imam Samudra, dan Ali Ghufron alias Mukhlas.
“Pemulangan Hambali pasti akan memicu reaksi keras dari berbagai pihak, khususnya keluarga korban Bom Bali dan masyarakat yang terdampak langsung oleh terorisme. Itu hal yang wajar,” ujar Ken.
Namun, Ken menambahkan bahwa setiap orang bisa berubah. Ia menyebutkan contoh dalam sejarah Islam, yakni Umar bin Khattab, yang dikenal sangat brutal dan bahkan hampir membunuh Nabi Muhammad. Namun setelah bertaubat, Umar menjadi sahabat terkuat Nabi dan berperan penting dalam perkembangan Islam.
“Kita tidak boleh menutup kemungkinan bahwa seseorang bisa berubah, apalagi jika diberi kesempatan untuk menebus kesalahan,” tuturnya.
Ken juga mengusulkan bahwa jika Hambali dipulangkan dan diberikan pengampunan, dia bisa berperan dalam upaya deradikalisasi, bekerja sama dengan aparat keamanan seperti BNPT dan Densus 88.
Bali lainnya, maka kemungkinan besar dia akan menghadapi tuntutan hukuman mati. Ken menekankan bahwa, meskipun keputusan hukum harus ditegakkan, keluarga Hambali yang berada di Indonesia tetap berhak untuk bertemu dengannya untuk yang terakhir kalinya, sebelum akhirnya ia dijatuhi hukuman.
“Apapun keputusan yang diambil, kita harus tetap mengedepankan prinsip kemanusiaan. Keluarganya punya hak untuk menziarahi kuburnya, jika akhirnya Hambali dihukum mati,” ujar Ken menutup pembicaraan.
Wacana pemulangan Hambali tentu akan menjadi sorotan publik, dan pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan semua aspek, baik dari sisi hukum maupun sosial, sebelum mengambil keputusan.