Tekanan Rupiah Mulai Reda, Tapi Waspadai Kontraksi Konsumsi

Date:

Fitra Faisal, ekonom senior dari Samuel Sekuritas, memberikan update mingguan mengenai perkembangan ekonomi dan pasar. Dalam update terbaru, dia menyoroti beberapa kabar baik dan beberapa aspek yang perlu diwaspadai.

Bank Indonesia baru saja mengumumkan bahwa cadangan devisa Indonesia meningkat menjadi 140,2 miliar US Dollar. Angka ini sesuai dengan ekspektasi sebelumnya yang berkisar di angka 140 miliar US Dollar sebagai batas atas. Cadangan devisa yang besar ini memberikan Bank Indonesia buffer yang cukup untuk melakukan intervensi guna mempertahankan Rupiah pada level yang baik, yakni di kisaran 16.000 hingga 16.200 per USD.

Perkembangan Rupiah dalam beberapa pekan terakhir juga dipengaruhi oleh sentimen global. Dari Amerika Serikat, meskipun pengumuman kenaikan tingkat pengangguran dari 4% ke 4,1% tampaknya buruk, bagi kebijakan moneter ini justru bisa menjadi sinyal positif. Dengan naiknya tingkat pengangguran, The Fed memiliki peluang untuk menurunkan suku bunganya karena ekonomi sudah berada di dalam trajectory yang diharapkan, yaitu menurunkan inflasi. Hal ini juga memberikan kabar baik bagi Rupiah.

Namun, ada beberapa kabar yang harus diwaspadai. Pertama adalah mengenai Purchasing Managers’ Index (PMI). PMI Indonesia turun dari level 52,1 menjadi 50,7, angka terendah dalam 3-4 bulan terakhir. Penurunan ini dipengaruhi oleh tekanan nilai tukar, yang diharapkan bisa mereda dalam beberapa bulan ke depan, sehingga PMI bisa kembali membaik.

Untuk inflasi, perkembangan cukup positif. Angka inflasi terbaru berada pada 2,51%, di bawah konsensus yang sekitar 2,7%. Bahkan, skenario lower bound menunjukkan angka 2,58%. Ini menandakan bahwa inflasi masih dalam kondisi yang terkontrol. Namun, juga terlihat adanya sedikit penurunan permintaan, yang berimplikasi pada rendahnya inflasi.

Dari sisi kebijakan moneter, kondisi inflasi yang terkendali memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunganya atau setidaknya tidak menaikkannya. Namun, dari sisi pertumbuhan ekonomi, ada kemungkinan terjadi kontraksi karena permintaan yang agak terhambat.

Pasar saham merespons kabar positif ini dengan cukup baik. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berpotensi menembus level 7.300. Namun, ada kemungkinan IHSG bisa terkoreksi kembali ke level 7.100. Di pasar obligasi, terlihat potensi bullish, meskipun perkembangan yield masih sangat sempit, berada di antara 7,02 hingga 7,12. Yield obligasi 10 tahun masih memiliki potensi turun ke level 6,95, menunjukkan kecenderungan bullish yang bisa diikuti pada tenor 3, 4, dan 6 tahun.

Beberapa sektor yang menunjukkan perkembangan momentum positif adalah sektor keuangan (IDX Finance), transportasi (IDX Transportation), dan properti (IDX Property). Ini adalah sektor-sektor yang layak diperhatikan untuk potensi investasi.

Demikian update dari Fitra Faisal mengenai perkembangan makroekonomi, pasar obligasi, dan IHSG. Diharapkan informasi ini bermanfaat untuk para pelaku pasar dan investor dalam mengambil keputusan.

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Kebutuhan Pokok Tak Terdampak Penyesuaian Kenaikan PPN 1%

Penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang...

Indonesia Optimis Stop Impor Gula dan Beras di 2025

Sesuai kebijakan dari Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto...

Pemerintah Optimis Indonesia Bisa Stop Impor Gula dan Beras Tahun Depan

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan optimis, tahun depan...

Jaga Keharmonisan Bangsa dengan Perkuat Toleransi Sambut Natal dan Tahun Baru

Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, mengajak seluruh masyarakat...