Tekad Presiden Prabowo yang disampaikan saat pelantikan Kabinet Merah Putih untuk mewujudkan swasembada pangan dalam tempo sesingkat-singkatnya layak diapresiasi.
Swasembada pangan dipandang sebagai pilar utama dalam mendukung kemajuan, kemakmuran, dan kesejahteraan bangsa.
Frase ‘tempo sesingkat-singkatnya’ menjadi penanda kuat bahwa urgensi pencapaian swasembada pangan ini memiliki keseriusan setara dengan momen-momen penting dalam sejarah bangsa, seperti era proklamasi kemerdekaan.
Saat itu, istilah ‘sesingkat-singkatnya’ digunakan dalam konteks pemindahan kekuasaan setelah kata ‘seksama’ pada Teks Proklamasi.
Memang Prabowo tidak menyebut kata ‘seksama’ tetapi semua tahu Prabowo kemudian membentuk Kementerian Koordinator Pangan sebagai bukti bahwa cita-citanya ingin diraih dengan cara yang seksama.
Semua pihak dapat meyakini bahwa tekad Prabowo bukanlah sekadar retorika. Rekam jejak Prabowo sebagai Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dan inisiatifnya dalam membuka lahan Food Estate selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan membuktikan komitmennya untuk membangun ketahanan pangan Indonesia.
Namun, tekad ini baru akan terwujud jika ekosistem yang mendukung swasembada pangan dapat terbentuk dan berfungsi optimal.
Pada retret yang diselenggarakan di Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, upaya Presiden Prabowo dalam mendukung ekosistem swasembada pangan tampak semakin jelas.
Menteri Pertanian diberi peran penting untuk mempresentasikan kondisi dan arah kebijakan pertanian Indonesia. Amran Sulaiman sebagai Menteri Pertanian berkomitmen untuk berkolaborasi dengan berbagai pihak agar misi ini terlaksana.
Ia terlihat aktif mengunjungi kementerian dan lembaga pemerintah lain, membangun kolaborasi lintas sektor yang akan berdampak besar.
Salah satu contohnya adalah sinergi dengan Kepolisian RI dan TNI untuk membuka formasi khusus bagi lulusan SMK, diploma, dan sarjana pertanian.
Kolaborasi dengan Kementerian BUMN juga menjadi kunci untuk memastikan PT Pupuk Indonesia dapat memasok dan mendistribusikan pupuk secara merata hingga ke tingkat petani.
Selain dari sektor pemerintah, partisipasi dari sektor swasta juga sangat diperlukan untuk menciptakan ekosistem swasembada pangan yang kokoh.
Perusahaan agribisnis, baik nasional maupun internasional, dapat mendukung pengembangan infrastruktur, teknologi, dan pembiayaan.
Sebagai contoh, kolaborasi untuk pengadaan alat irigasi modern atau penyediaan modal bagi petani kecil untuk mengakses teknologi canggih dapat meningkatkan produktivitas mereka secara signifikan.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) turut andil dalam membangun ekosistem perguruan tinggi yang mendukung swasembada pangan.
Perguruan tinggi melalui dosen didorong untuk menghasilkan teknologi tepat guna seperti alat dan mesin pertanian (Alsintan) bagi para petani.
Untuk mendukung hal ini, Kemendikti Saintek merencanakan perubahan dalam sistem penilaian output dosen, sehingga tidak hanya berbasis publikasi di jurnal indeks Scopus tetapi juga mengakui output riset yang berdampak langsung pada masyarakat.
Langkah penting lain yang diambil Menteri Pertanian adalah mengoptimalkan peran Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Tidak kurang dari 15 peneliti senior dari BRIN telah ditunjuk sebagai Tenaga Ahli Menteri (TAM) Pertanian. Dengan pengalaman mereka, diharapkan proses menuju swasembada pangan dapat terwujud secara efektif dan efisien.
Meski sudah berada di jalur yang benar, keberhasilan swasembada pangan masih membutuhkan keterlibatan yang lebih sistematis dari para peneliti di BRIN, mengingat target ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian yang sangat ambisius.
Salah satu targetnya adalah mencetak 3 juta hektare sawah baru secara bertahap dalam tiga tahun ke depan.
Selain itu, teknologi digital, seperti sensor IoT (Internet of Things), kini juga memainkan peran krusial dalam mendukung pertanian. Sensor-sensor ini dapat digunakan untuk memantau kondisi tanah, cuaca, dan kesehatan tanaman secara real-time.
Dengan data yang akurat, petani bisa mengambil keputusan dengan lebih baik, mulai dari waktu tanam hingga penggunaan pupuk yang sesuai sehingga semua proses pertanian berjalan secara presisi.
Dari perspektif keberlanjutan lingkungan, praktik seperti pertanian regeneratif yang menekankan pada pelestarian tanah dan air menjadi semakin penting. Ini sejalan dengan konsep “asta usaha tani” yang tidak hanya menekankan pada produktivitas jangka pendek tetapi juga keberlanjutan jangka panjang.
Para peneliti sebaiknya lebih dilibatkan dalam memastikan “asta usaha tani” dapat terlaksana dengan baik demi tercapainya swasembada pangan yang menyeluruh.
Asta usaha tani ini, yang merupakan pengembangan dari panca dan sapta usaha tani, meliputi: 1) penggunaan benih unggul, 2) pengolahan lahan, 3) irigasi atau ketercukupan air, 4) pemupukan berimbang, 5) pengendalian hama dan penyakit, 6) penanganan pascapanen, 7) distribusi dan pemasaran hasil, dan 8) mekanisasi dan modernisasi pertanian dari hulu hingga hilir.
Dengan implementasi asta usaha tani, BRIN dapat berkontribusi membangun empat ekosistem riset untuk mendukung swasembada pangan: 1) memperkuat riset benih unggul dan perbanyakan benih serta pengendalian hama dan penyakit di Pusat Riset Tanaman Pangan, 2) mendirikan Pusat Riset Sumberdaya Lahan Pertanian yang mendukung riset pengelolaan dan pengolahan tanah, irigasi, dan pemupukan berimbang, 3) memperkuat pusat riset yang para penelitinya memiliki kepakaran di bidang pascapanen atau bahkan membangun pusat riset pascapanen pertanian, dan 4) memperkuat pusat riset yang para penelitinya memiliki kepakaran di bidang mekanisasi pertanian atau bahkan membangun pusat riset mekanisasi dan modernisasi pertanian.
Di masa sebelum integrasi dengan BRIN, para peneliti dengan kepakaran tersebut tersebut di atas umumnya berada di lembaga penelitian setara eselon dua seperti Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Besar Pascapanen Pertanian, dan Balai Besar Mekanisasi Pertanain.
Ketika ekosistem swasembada pangan ini terbentuk, cita-cita Presiden Prabowo dan bangsa ini untuk mewujudkan swasembada pangan bukan sekadar mimpi di siang bolong, tetapi sebuah visi yang dapat diwujudkan untuk kesejahteraan bangsa yang diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.