Fithra Faisal, Senior Economist dari Samuel Sekuritas Indonesia. Minggu ini kita akan membahas sentimen pasar global yang memengaruhi pergerakan pasar, serta risiko pelemahan konsumsi di Indonesia.
Pekan lalu, terdapat kabar positif terkait cadangan devisa Indonesia yang melonjak hingga USD 5 miliar, mencapai USD 150 miliar, yang merupakan all-time high. Lonjakan ini membuka ruang bagi Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga, terutama jika The Fed juga menurunkan suku bunganya pada 18 September mendatang. Namun, sebagian besar dari cadangan devisa ini merupakan borrowed reserve, berasal dari sukuk global, obligasi global, dan pinjaman pemerintah, bukan dari surplus neraca perdagangan atau transaksi berjalan. Meski begitu, hal ini tetap menjadi peluang positif untuk menopang nilai tukar rupiah yang stabil dalam beberapa waktu terakhir.
Di sisi lain, terdapat perkembangan penting terkait inflasi. Angka inflasi terus turun, mencapai 2,12%, sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya (2,13%). Meski ini menjadi kabar baik dari perspektif Bank Indonesia, saya melihat ini sebagai sinyal pelemahan permintaan atau pelambatan konsumsi. Bahkan, dalam empat bulan terakhir, tren harga mengalami deflasi, yang mengindikasikan bahwa daya beli masyarakat sedang melambat. Sektor produksi juga menunjukkan sinyal kontraksi, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur turun selama dua bulan berturut-turut, dari 49,3 menjadi 48,9. Ini merupakan salah satu level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Kombinasi antara pelemahan permintaan dan kontraksi produksi ini perlu diwaspadai, meski nilai tukar rupiah masih stabil. Dengan demikian, kita harus melihat langkah-langkah kebijakan yang akan diambil The Fed dan dampaknya terhadap aliran modal asing ke Indonesia. Diharapkan, masuknya modal dapat memperbaiki nilai tukar dan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Dalam pasar keuangan, sentimen di AS juga menjadi perhatian. Meskipun ada kekhawatiran resesi sebelumnya, data ekonomi AS, seperti PMI Services dan nonfarm payroll, menunjukkan pertumbuhan yang solid. Oleh karena itu, jika The Fed menurunkan suku bunganya, ini lebih karena stabilitas daripada tanda pelambatan ekonomi. Pasar obligasi di Indonesia tetap dalam kondisi baik dengan yield sekitar 6,6-6,7%. Namun, aliran dana asing kemungkinan tidak akan sebesar pekan-pekan sebelumnya karena sebagian besar sentimen positif sudah diantisipasi oleh pasar.
Secara keseluruhan, meski ada peluang pertumbuhan di pasar saham dan obligasi dalam jangka pendek, kita harus tetap waspada terhadap risiko pelemahan konsumsi domestik yang bisa membatasi pemulihan ekonomi lebih lanjut.