PT Pertamina (Persero) memastikan Pertamax yang dibeli masyarakat bukan oplosan. Pernyataan itu merespons isu yang beredar di media sosial setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap sejumlah pejabat Pertamina.
VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso membantah isu bahwa masyarakat mendapatkan Pertalite (Ron 90) saat membeli Pertamax (Ron 92) di semua SPBU milik Pertamina.
Dia memastikan masyarakat mendapatkan bahan bakar sesuai yang dibayar.
“Bisa kita pastikan tidak ada yang dirugikan di aspek hilir atau di masyarakat, karena masyarakat kita pastikan mendapatkan yang sesuai dengan yang mereka beli,” kata Fajar.
Fajar menilai ada kesalahpahaman di masyarakat dalam isu Pertamax oplosan. Menurutnya, Kejaksaan Agung pun tak menyebut ada dugaan pengoplosan Ron 90 menjadi Pertamax.
Dia menjelaskan Kejaksaan Agung sedang mendalami pembelian Ron 90 dan Ron 92 yang dilakukan sejumlah pejabat Pertamina. Namun, tak ada pernyataan dari Kejagung soal BBM oplosan.
“Bukan adanya oplosan, sehingga mungkin narasi yang keluar, yang tersebar, sehingga ada misinformasi di situ,” ujarnya.
Fajar lantas merespons kabar Pertamina melakukan ‘blending’ bahan bakar untuk membuat Pertamax. Dia berkata beberapa produk Pertamina pun hasil percampuran beberapa jenis bahan bakar.
“Kaya Petamax Green 95 itu kan blending antara Pertamax dengan Bioetanol,” ucap Fajar.
Sebelumnya, Kejagung meringkus tujuh orang terkait dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero). Tujuh orang yang jadi tersangka dalam kasus ini, yaitu empat pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta.
Para tersangka itu Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga. Kemudian, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Sementara itu, pihak swasta mencakup MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar