Perang Kognitif, Ancaman Nyata Indonesia Saat Ini

Date:

(Kebijakan Pemerintah, Indonesia Gelap, dan Kedaulatan)

Oleh :

Steve Rick Elson Mara, M.Han

(Analis Pertahanan)

Penggunaan teknologi dan penyebaran informasi pada masa lalu terlihat sangat terbatas dan kaku di Indonesia. Namun, saat ini telah terjadi perubahan yang sangat pesat. Cyber saat ini telah menjelma menjadi sebuah bidang yang tidak dapat dibatasi bahkan menjadi ilmu pengetahuan dalam kontestasi perubahan yang sangat cepat.

Saat ini Cyber menjelma menjadi kekuatan yang tidak terpikirkan. Lebih lagi Cyber dalam dunia keamanan (security) yang saat ini menjadi teknik yang digunakan untuk mengelola dan mengamankan jaringan yang kita miliki.  Didalam Keamanan cyber juga kita akan menemukan ilmu seperti intelijen ancaman, dimana dengan intelijen ancaman kita dapat melihat dinamika ancaman yang akan datang.

Beberapa peristiwa besar yang pernah mengguncang dunia seperti peristiwa 9/11 pada tahun 2001 disaat kekuatan pertahanan Amerika dapat dijebol, bukan hanya kebobolan dari segi pertahanan udara saja, namun dalam bidang teknologi pertahanan, kasus ini semacam alarm peringatan kepada Amerika pada saat itu untuk memperbaiki kekuatan teknologi pertahanannya dalam kaitannya dengan keamanan cybernya untuk mendeteksi lebih dini ancaman yang datang.

Selain itu, ada juga peristiwa besar yang pernah terjadi pada tahun 1978, disaat seorang yang bernama Jim Jones berhasil mempengaruhi 909 orang untuk meminum racun Sianida secara masal di perkebunan Guyana Amerika Selatan, menjadi sebuah pertanyaan bagaimana satu orang dapat mempengaruhi kognisi 909 orang pengikutnya untuk meminum racun secara bersamaan.

Kemampuan mempengaruhi kognisi orang lain ini juga digunakan dalam perang dunia ke II oleh Adolf Hitler dalam melakukan propaganda kepada rakyat Jerman untuk terlibat dalam berbagai perang, alhasil perang dunia ke II menjadi konflik terbesar dan paling merusak dalam sejarah perang.

Jika dilihat dari kasus 9/11 dengan kebutuhan kekuatan pertahanan canggih yang harus dimiliki oleh negara, dan adanya kemampuan mempengaruhi kognisi yang menjadi sumber konflik besar. Maka penggunaan teknologi menjadi hal yang membutuhkan kehati-hatian.

Studi kasus yang dapat menjadi gambaran bagaimana teknologi digunakan untuk kejahatan dalam mempengaruhi kognisi adalah dengan berkembangnya paham teroris generasi ke-3, yang disebut sebagai teroris global. Penyebaran ajaran ini dilakukan secara terstruktur menggunakan teknologi jaringan internet untuk menyentuh sasaran yang dapat dijadikan korban/pelaku terorisme. Dengan alasan teknologi merupakan sarana perang yang hemat biaya.

Dalam kaitannya dengan Indonesia, penulis mengamati Indonesia sebagai negara dengan pengguna internet yang sangat tinggi, sehingga saat ini Indonesia harus terus  membangun kesadaran masyarakat tentang keamanan cyber. Menurut data penulis, Indonesia baru bicara dalam kajian pemerintah tentang cyber semenjak tahun 2013, sebelumnya istilah cyber ini dikenal semenjak tahun 2007 sebagai keamanan informasi. Kemudian pada tahun 2014 dibentuk desk Keamanan Ketahanan Informasi Cyber Nasional, 2016 mengalami perubahan menjadi Desk Cyber Space Nasional, dan baru 2017 pemerintah mengeluarkan peraturan presiden nomor 53 untuk membentuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Bisa digambarkan kesiapan Indonesia dalam mengamankan keamanan Cyber Indonesia setelah melihat aksi peretas Bjorka yang dapat menguasai data masyarakat Indonesia dari basis data Kementerian/Lembaga dengan mudah. Seperti kebocoran data Pasport, data Indihome, data kartu seluler, data KPU RI, kebocoran surat Presiden Jokowi, dan data BPJS dan Ketenagakerjaan,

Jika dilihat dari perkembangan ancaman maka sangat mungkin Indonesia akan menghadapi atau sedang menghadapi ancaman perang kognitif atau yang disebut sebagai perang generasi ke-6 yang diciptakan untuk memecah persatuan Indonesia dengan menyerang Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan.

Perang kognitif ini dapat kita sebut sebagai perang paling modern saat ini di dunia, karena perang ini dikelola dan dilancarkan dengan pemahaman dan intepretasi. Jadi pola pikir seorang manusia, dapat dirubah dengan diberikan pemahaman yang baru serta mendorong untuk seseorang tersebut memberikan intepretasi menggunakan pemahaman berlawanan yang diberikan. Dengan demikian, seseorang akan merasa yakin dengan cara berfikirnya untuk melakukan analisasi atau mengidentifikasi hal-hal tertentu.

Kognitif memiliki 5 tahapan dalam berpikir yaitu knowledge, comprehensive, application, synthesis dan evaluation dengan tujuan tertentu, sehingga kognitif menjadi sebuah proses perubahan persepsi dan pemahaman yang terukur. Menurut Vygotsky seorang ahli psikologi asal Rusia bahwa peranan orang dewasa dan anak-anak disekitar akan sangat mempengaruhi kognitif dari seseorang sehingga memudahkannya untuk berkembang. Namun, dalam perkembangnya saat ini, penulis melihat bahwa bukan hanya peran orang disekitar melainkan peran interaksi melalui teknologi juga mempengaruhi perkembangan pemahaman. 

Tahapan perang kognitif ini terjadi dengan tahapan menghancurkan percaya diri,  menghapus kredibilitas, Inefisiensi, dan melemahkan semangat. Demikian jika penulis kaitkan dengan penggunaan internet yang begitu masif di Indonesia, maka pemikiran kognitif sangat mudah dibangun untuk menentang pemerintah serta membangun pemahaman baru tentang kehidupan dengan intepretasi yang dapat diukur.

Situasi saat ini, setelah Presiden Prabowo membuat beberapa kebijakan baru yang mempengaruhi tatanan pemerintah dan ekonomi masyarakat, Informasi ini kemudian menjadi konsumsi seluruh masyarakat indonesia termasuk masyarakat internasional.

Tanggapan terhadap kebijakan tersebut adalah variatif, terdapat pro dan kontra. Sebagian menilai kebijakan yang dilakukan untuk melakukan efisiensi anggaran di kementerian lembaga adalah tindakan baik karena penggunaan dana dapat lebih tepat sasaran. Disisi lain, ada pandangan negatif bahwa tindakan tersebut mengorbankan banyak pihak karena harus kehilangan hak mereka.

Yang menjadi inti adalah bukan dari kebijakan dan tanggapan dari kebijakan tersebut, namun kehadiran pihak ketiga yang menggunakan kesempatan perbedaan pandangan tersebut untuk memuluskan kepentingan mereka untuk memecah persatuan Indonesia.

Pada tanggal 17 dan 18 /02/2025 terjadi beberapa aksi protes yang dilakukan dibeberapa daerah di Indonesia terkait dengan kebijakan pemerintah, aksi demonstrasi cukup besar dilakukan di Jakarta dengan tema Indonesia Gelap, aksi yang serupa dilakukan di Papua oleh pelajar di Papua dengan tema menolak makan bergizi gratis dan meminta sekolah gratis.

Aksi ini kemudian menjadi sorotan berbagai media nasional dan internasional, alasannya karena ini menyentuh langsung arah kebijakan yang dinilai pemerintah akan membawa dampak positif untuk masa depan Indonesia.

Namun, jika dilihat dengan pemilihan tema demonstrasi dan aktor didalam kegiatan tersebut, dapat terlihat adanya Disklaimer. Demonstrasi Indonesia gelap (Dark Indonesia) dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi yang masuk dalam peringkat terbaik di Indonesia yang seharusnya mereka adalah harapan Indonesia terang, dan yang menolak makan bergizi di Papua adalah pelajar yang harusnya mendapatkan gizi setiap hari untuk menunjang pembelajaran mereka membangun masa depan Papua didalam bingkai NKRI.

Jakarta adalah pusat pemerintahan saat ini, dan menjadi kiblat arah kebijakan pembangunan seluruh daerah di Indonesia. Sedangkan Papua adalah daerah yang memilki potensi konflik disintegrasi terbesar di Indonesia.

Pada kenyataannya, pemerintah mengambil kebijakan untuk pelajar dan mahasiswa adalah untuk menyiapkan masa depan Indonesia menjadi lebih baik sehingga pendidikan menjadi prioritas dan tidak ada pemangkasan angaran dalam dunia pendidikan, kesehatan masyarakat menjadi agenda penting negara, efisiensi anggaran pemerintah dilakukan disektor alokasi anggaran yang berpotensi bocor dan merugikan negara, alokasi dana tersebut diberikan untuk hal yag lebih bermanfaat bagi rakyat, serta menurunkan kemiskinan ekstrem di Indonesia.

Tapi yang menjadi framming di masyarakat adalah Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja dan harapan Indonesia menuju Indonesia emas 2045 akan gagal jika kebijakan pemerintah yang dilakukan hari ini tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Framming ini kemudian dibagikan dan menjadi sorotan dalam berbagai media internasional.

Penulis melihatnya sebagai indikasi perang kognitif dalam jaringan yang digunakan untuk memutar balikan fakta, melemahkan semangat nasionalisme Indonesia dengan menyerang pemerintah menggunakan narasi kegagalan secara konstruktif untuk memecah semangat persatuan dan kesatuan Indonesia. Hal menjadi ancaman sangat nyata bagi Indonesia.

Penulis mencatat bahwa, saat ini banyak operasi piskologis yang dilakukan untuk menanamkan pengaruh pecah-belah negara. Dengan cara mudah seperti penyebaran berita bohong yang dilakukan secara masif dan terus-menerus, sehingga berita bohong tersebut lama-kelamaan menjadi sebuah berita yang dipahami menjadi berita benar. Saat ini banyak berita bohong yang dibagikan dalam bentuk teks, gambar, atau video untuk membentuk mind-set baru kepada masyarakat Indonesia. Banyak dari masyarakat yang karena ketidaktahuannya, maka meyakini bahwa berita bohong tersebut adalah benar. 

Jadi, kita harus berperang dengan ancaman modern ini, yaitu perang kognitif. Dimana jika kita tidak sanggup untuk berperang melawan informasi yang salah, maka kita akan menjadi korban, contohnya dalam aksi demontrasi di Papua yang dilakukan oleh pelajar untuk menolak program pemerintah yaitu makan bergizi telah di bongkar oleh Kepolisian bahwa dalang dibalik aksi tersebut adalah kelompok kiri anti pemerintah yang membangun narasi ancaman secara langsung dan melalui jaringan internet untuk mempengaruhi mind-set pelajar dan masyarakat Papua untuk tidak mempercayai semua program yang dibuat pemerintah untuk masyarakat Papua.

Perang seperti ini membutuhkan manajemen kritis dalam intelijen ancaman untuk menganalisis setiap informasi, karena pemahaman manusia yang terbatas dalam setiap hal, peningkatan sumber daya manusia yang perlu untuk ditingkatkan, serta memberikan pemahaman tentang upaya didalam menerapkan 4 konsensus bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, dengan mengimplementasikan paradigma nasional yaitu Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, dan Kewaspadaan Nasional.

Dengan demikian kita dapat menangkal informasi pecah belah bangsa yang dibangun oleh pihak yang ada didalam negeri maupun dari luar negeri dengan memanfaatkan kurangnya literasi masyarakat. Disisi lain, perlu juga adanya sosialisasi masal untuk setiap program pemerintah yang hendak dilakukan di daerah, sosialisasi bisa dilakukan melalui internet dan juga stasiun televisi secara jelas agar dapat dipahami dengan seksama dan bisa mendapatkan dukungan yang massif dari masyarakat.

Penguatan keamanan cyber juga menjadi langkah penting untuk menangkal informasi maupun rencana pihak lawan menguasai Indonesia dalam jaringan, karena kedaulatan Indonesia bukan hanya wilayah batas laut, batas tanah,dan udara, namun kedaulatan indonesia dalam jaringan juga harus dijaga.

Leave a reply

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Share post:

Subscribe

spot_imgspot_img

Popular

More like this
Related

Implementasi Danantara Tingkatkan Level Investasi Aset BUMN dan Kesejahteraan Rakyat

Presiden Prabowo Subianto bakal meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya...

Menjaga Keutuhan NKRI dari Pengaruh Ideologi Menyimpang dengan Pancasila sebagai Benteng Persatuan

Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menghadapi berbagai tantangan,...

Efisiensi Anggaran Tidak Mengganggu Pelayanan Publik

Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO) Hasan Nasbi mengatakan efisiensi anggaran tidak...

TNI Pastikan Kirim Pasukan Perdamaian di Tengah Efisiensi Anggaran

Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Mayor Jenderal TNI...