Ide pemakzulan Presiden Joko Widodo diyakini hanya sebatas wacana untuk menghangatkan dialog publik. Bahkan ide ini dinilai sulit terlaksana. Mengingat, tiga partai politik (parpol) penguasa Senayan harus satu suara terkait pemakzulan.
Pengamat politik dari Motion Cipta Matrix, Wildan Hakim mengatakan, isu pemakzulan terhadap Jokowi selaku Presiden Republik Indonesia membetot perhatian publik Indonesia. Data dari Google Trend selama 7 hari terakhir bisa menggambarkan hal tersebut. Ternyata, netizen Indonesia mulai mencari berita seputar pemakzulan Jokowi ini sejak 7 Januari 2024 lalu.
“Data dari Google Trend menggambarkan dengan jelas bahwa pemakzulan seorang presiden terlebih menjelang Pemilu dan Pilpres ini bisa menghangatkan sekaligus mengaduk-aduk opini publik. Sebagai sebuah topik perbincangan, pemakzulan presiden pasti mengundang atensi. Namun sepertinya, ide pemakzulan ini sebatas diskusi dan tidak akan dilanjutkan dengan aksi nyata dari politisi,” kata Wildan
Menurut Wildan, ide pemakzulan Presiden Jokowi akan berdampak kontraproduktif terhadap stabilitas politik Indonesia. Jika ide tersebut dilaksanakan, maka jargon pemilu damai dan aman akan menguap begitu saja.
Padahal, stabilitas politik yang ditandai dengan kepastian pemerintahan yang ada saat ini menjadi elemen sangat penting agar pemilu dan pilpres berjalan lancar sesuai agenda KPU.
“Saya kira, ide pemakzulan itu sebatas wacana untuk menghangatkan dialog publik. Memang pemakzulan itu dimungkinkan karena sistemnya membuka ruang untuk pemakzulan. Namun yang perlu dipertanyakan adalah apa kesalahan besar seorang Jokowi sehingga harus dimakzulkan. Bukti kesalahannya harus konkret dan baru setelah itu didorong dengan political movement atau gerakan politik di parlemen,” jelas Wildan.
Menurut dosen Ilmu Komunikasi Universitas Al-Azhar Indonesia ini, pemakzulan Jokowi selaku presiden akan berdampak negatif terhadap PDI Perjuangan. Karena Jokowi adalah salah satu kader terbaik partai banteng moncong putih itu. Oleh karena itu, Jokowi mendapatkan elektabilitas tinggi dan direstui mencalonkan diri sebagai presiden dua kali berturut-turut.
Sedangkan saat ini, tiga parpol penguasa parlemen sesuai hasil Pemilu 2019 adalah PDIP, Gerindra, dan Golkar. Kalau ada pemakzulan, maka ketiga parpol bersuara besar ini harus kompak. Sementara, saat ini PDIP berbeda kubu dengan Gerindra dan Golkar.
‘Secara teknis, pemakzulan terhadap Jokowi ini akan rumit. Tiga parpol di atas, tidak akan mendapatkan political benefit yang berarti dari pemakzulan. Efek kontraproduktifnya justru yang akan dituai. Dalam konteks persaingan Pilpres 2024, mungkin yang dapat limpahan keuntungan malah pasangan nomor 1 yang selama ini mengesankan positioning-nya sebagai pihak yang berseberangan dengan Istana,” pungkas Wildan.