Sejumlah aktivis pekerja atau asisten rumah tangga dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Mogok Makan PRT menggelar aksi doa bersama dan menyalakan lilin di depan Gedung DPR RI pada Selasa Malam, 5 September 2023. Aksi sekaligus memberikan sinyal kepada sejumlah pemimpin negara yang sedang menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT ASEAN di Jakarta.
Koordinator Jaringan Advokasi Nasional atau Jala PRT, Lita Anggraini, menyatakan aksi dilakukan di tengah perjuangan HAM di ASEAN. Para pemimpin negara termasuk DPR dituntut memasukkan isu penderitaan para asisten rumah tangga ke kebijakan buruh migran di ASEAN.
“Jangan sampai hanya isu-isu besar yang dibicarakan, tapi isu wong cilik seperti PRT ditinggalkan,” kata Lita Anggraini, dalam keterangan tertulis yang dibagikannya mengiringi aksi tersebut.
Aksi doa bersama itu hanya berlangsung sekitar 10 menit sebelum akhirnya para peserta dibubarkan oleh petugas Satpol PP dan Pengamanan Dalam DPR RI. Alasan para petugas itu, tidak boleh ada melakukan aksi unjuk rasan apapun di tengah pelaksanaan KTT ASEAN, 4-7 Septemberr 2023..
“Kami hanya melakukan aksi beberapa menit, lalu dibubarkan. Bapak-bapak tolong dengar aspirasi kami,” kata Sutinah, salah satu peserta aksi.
Para peserta aksi tersebut beranggapan bahwa, sampai saat ini para anggota DPR RI seperti bergeming terhadap tuntutan mereka, padahal RUU tersebut sudah masuk Prioritas Program Legislasi Nasional atau prolegnas 2023. Namun sampai dengan hari ini RUU Perlindungan PRT itu dinilai tidak dibahas dengan serius.
Maka dari itu, Koalisi Aksi Mogok Makan PRT dengan mengambil momen hajatan kepala negara ASEAN tersebut, menuntut DPR RI untuk turut mengambil momentum yang sama untuk membahas, dan mengesahkan RUU PPRT. “Karena ini merupakan bagian dari perjuangan HAM dalam KTT ASEAN,” kata Lita Anggraini
Sebelumnya, para Pekerja Rumah Tangga sudah beberapa kali berunjuk rasa menuntut percepatan pembahasan RUU PPRT tersebut. Salah satunya adalah mogok makan yang digelar pada Rabu, 16 Agustus 2023. Aksi tersebut juga dibubarkan secara paksa oleh polisi.
RUU PPRT diajukan ke DPR RI pada 2004. Selama 19 tahun, rancangan tersebut ke luar masuk Prolegnas DPR RI. Selama itu pula para PRT terus menunggu adanya payung hukum yang melindungi mereka dari adanya segala bentuk kekerasan, penyiksaan, dan perbudakan modern yang terjadi saat ini.
Menurut data Jala PRT, terjadi 1.635 kasus multikekerasan terhadap PRT yang berakibat fatal selama kurun 2017-2022. Selain itu, terdapat 2.021 kasus kekerasan fisik dan psikis serta 1.609 kasus kekerasan ekonomi.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan bahwa RUU PPRT sudah masuk dalam Prolegnas 2023. Pada Maret lalu, DPR telah menetapkan RUU PPRT seabagi usulan mereka. Namun hingga saat ini belum ada pembahasan lanjutan terkait rancangan tersebut.