Presiden Prabowo Subianto memulai masa kepemimpinannya dengan komitmen tegas untuk memperkuat kedaulatan energi melalui percepatan hilirisasi. Dalam sidang kabinet pertama, Presiden menekankan pentingnya sinergi antara kementerian dan lembaga untuk menjalankan program hilirisasi dengan terukur dan efektif.
Kebijakan ini menjadi salah satu pilar strategis dalam merespons kondisi global yang penuh ketidakpastian, khususnya dalam sektor energi. Pengembangan hilirisasi energi diharapkan mampu memperkuat swasembada energi nasional sekaligus mengurangi ketergantungan pada energi fosil impor, yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo untuk membangun ekonomi berbasis nilai tambah.
Instruksi Presiden kepada kementerian terkait untuk merumuskan hilirisasi bagi 26 komoditas utama menunjukkan ambisinya dalam mengakselerasi transformasi ekonomi. Komoditas strategis seperti nikel, tembaga, batu bara, hingga kelapa sawit dianggap sebagai tulang punggung perekonomian nasional yang perlu diolah lebih lanjut agar memiliki nilai tambah yang lebih besar.
Proses hilirisasi ini tidak hanya mencakup komoditas pertambangan, tetapi juga produk pertanian dan perikanan, yang berpotensi besar untuk menghasilkan pendapatan tambahan melalui ekspor. Dengan mengolah produk mentah menjadi barang jadi, pemerintah berharap dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan pendapatan negara, dan mengoptimalkan potensi sumber daya nasional.Ekonom menilai arah kebijakan ini sebagai langkah yang tepat, terutama dalam situasi cadangan sumber daya tambang yang semakin menipis.
Guru Besar FEB UI, Telisa Aulia Falianty, menyoroti pentingnya diversifikasi hilirisasi yang tidak hanya terbatas pada produk tambang. Ia menyarankan agar hilirisasi juga difokuskan pada produk pangan, yang memiliki keberlanjutan lebih tinggi meski secara nilai lebih kecil dibandingkan tambang. Prospek ini sejalan dengan potensi Indonesia sebagai produsen berbagai komoditas pangan, seperti kopi, karet, dan kakao, yang bisa menjadi alternatif dalam memperkuat ekonomi berbasis industri olahan yang berkelanjutan.
Di sisi lain, Anggota DPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), menyatakan dukungannya terhadap visi Presiden untuk memperluas kebijakan hilirisasi hingga mencakup 12 komoditas kunci. Bamsoet menekankan bahwa hilirisasi bukan sekadar kebijakan ekonomi, tetapi juga sebuah transformasi besar yang menuntut perubahan paradigma dalam tata kelola sumber daya alam.
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Muh Haris, menyoroti pentingnya harmonisasi regulasi antara pemerintah pusat dan daerah agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan yang bisa menghambat investasi. Kebijakan hilirisasi juga perlu memperhatikan dampak lingkungan, terutama dalam pengelolaan limbah industri. Haris menyebut pentingnya kebijakan yang ramah lingkungan sebagai bagian dari strategi hilirisasi yang berkelanjutan. Pihaknya menekankan bahwa keberlanjutan lingkungan dan sosial harus menjadi prioritas dalam setiap tahapan proses hilirisasi yang perlu didukung dengan regulasi ketat dalam pengelolaan limbah serta partisipasi masyarakat lokal dalam setiap proyek hilirisasi.
Dalam sektor energi, hilirisasi juga menjadi strategi utama untuk memperkuat kemandirian energi nasional. Kebijakan seperti program biodiesel B30, yang mengandalkan campuran 30% bahan bakar dari sawit, telah membantu mengurangi impor bahan bakar fosil sekaligus memperkuat ketahanan energi. Dengan fokus pada komoditas energi, Indonesia diharapkan dapat lebih berdaulat secara energi dan menurunkan ketergantungan pada energi impor. Keberhasilan program ini menunjukkan bahwa hilirisasi energi bisa menjadi pilar utama dalam mewujudkan kedaulatan energi.
Di masa depan, proses hilirisasi yang terintegrasi di berbagai sektor akan membuka peluang besar bagi perekonomian Indonesia. Melalui hilirisasi sektor-sektor strategis seperti pertambangan, perkebunan, dan perikanan, mata rantai ekonomi Indonesia akan semakin kuat. Ekonomi yang didukung oleh industri bernilai tambah tidak hanya membawa manfaat ekonomi langsung, tetapi juga meningkatkan posisi Indonesia di pasar global. Dengan memiliki industri hilirisasi yang kompetitif, Indonesia dapat memperkuat perannya sebagai salah satu pemasok utama produk bernilai tambah di dunia.
Presiden Prabowo juga menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam mendukung program hilirisasi dan transformasi ekonomi. Demokratisasi akses teknologi untuk pendidikan dan kesehatan, seperti yang diamanatkan dalam sidang kabinet, diharapkan dapat mendukung hilirisasi dengan menyiapkan sumber daya manusia yang handal. Pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan yang memadai merupakan fondasi utama dalam membangun masyarakat yang siap mendukung transformasi ekonomi.
Transformasi melalui hilirisasi bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dalam negeri, tetapi juga untuk membangun kemandirian ekonomi yang tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah. Dengan mengedepankan hilirisasi, pemerintah berupaya memperkuat posisi tawar Indonesia di pasar global serta menciptakan fondasi ekonomi yang lebih stabil dan berkelanjutan. Hilirisasi merupakan warisan bagi generasi muda yang akan melanjutkan estafet pembangunan menuju Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat.
Sebagai langkah nyata dalam memperkuat sektor hilirisasi, Presiden Prabowo meminta para menteri untuk segera menyusun daftar proyek prioritas dan mencari sumber pendanaan yang sesuai. Sinergi antara pemerintah, akademisi, dan dunia usaha menjadi kunci dalam merealisasikan agenda besar ini.
Diharapkan, hilirisasi tidak hanya menjadi kebijakan jangka pendek, tetapi sebuah proses berkelanjutan yang membawa kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kebijakan yang berfokus pada pengolahan sumber daya dan peningkatan nilai tambah, Indonesia akan lebih siap menghadapi tantangan global dan mewujudkan ekonomi yang lebih mandiri dan berdaulat.