Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada merupakan pesta demokrasi di tingkat lokal di Indonesia. Proses ini menjadi momen penting bagi warga setempat untuk menentukan siapa yang akan memimpin dan mengelola daerah mereka dalam periode tertentu. Namun, di balik semangat demokrasi tersebut, terdapat fenomena politk uang yang menjadi tantangan dan mempengaruhi kualitas penyelenggaraan Pilkada. Hal tersebut perlu diwaspadai pemerintah bersama masyarakat agar secara aktif menolak dan mencegah munculnya praktik politik uang.
Penjabat Bupati Lombok Barat, H. Ilham mengatakan Pilkada ini dapat menjadi momentum bagi semua pihak, baik sebagai penyelenggara maupun sebagai peserta Pilkada, untuk membangun konsolidasi dan koordinasi yang harmonis demi mewujudkan Pilkada yang demokratis berlandaskan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Meski demikian, politik uang telah menjadi salah satu ancaman serius bagi proses demokrasi di Indonesia. Pilkada yang seharusnya menjadi ajang adu gagasan, visi, dan misi antara calon pemimpin, seringkali tercemar oleh praktik politik uang. Dalam skala yang lebih luas, politik uang tidak hanya merugikan proses demokrasi, tetapi juga merusak moralitas politik, menciptakan ketidaksetaraan akses terhadap kekuasaan politik, serta menimbulkan kerentanan terhadap korupsi di masa mendatang.
Untuk mewujudkan Pilkada yang bersih, bebas dari praktik politik uang, perlu diambil langkah-langkah yang tegas dan komprehensif. Pertama-tama, penguatan lembaga pengawas Pilkada, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), menjadi sangat penting. Kedua lembaga ini harus diberikan kekuatan hukum yang cukup untuk mengawasi, memantau, dan menindak pelanggaran yang terjadi selama proses Pilkada berlangsung.
Anggota Bawaslu Papua Barat Daya, Regina Gembenop mengatakan jika pada pemilu dukungan tersebar ke banyak calon anggota legislatif. Ini berbeda dengan Pilkada dimana eskalasi politik cukup tinggi dan memanas karena dukungan masyarakat hanya tersebar di beberapa kubu. Panwaslu Distrik sebagai ujung tombak pengawasan Pilkada agar bekerja dengan baik serta menjaga integritas.
Pengawas pemilu jangan mudah terpengaruh dengan iming-iming sehingga tergiur untuk melakukan pelanggaran. Para calon akan menyasar langsung ke Panwaslu dengan melakukan praktik politik uang. Politik uang menjadi gangguan besar untuk pangawas pemilu karena bisa merusak integritas. Oleh karena itu, para pengawas harus bisa memegang teguh integritasnya. Sama seperti iman yang harus kita jaga dengan baik agar jauh dari hal-hal yang mendorong untuk melakukan pelanggaran.
Selain itu, pendidikan politik juga harus ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar akan pentingnya menjaga proses demokrasi dari praktik politik uang. Pendidikan politik ini tidak hanya ditujukan kepada pemilih, tetapi juga kepada para calon pemimpin dan tim kampanye mereka. Mereka perlu diberikan pemahaman yang kuat akan bahaya politik uang dan dampak negatifnya terhadap proses demokrasi dan pembangunan.
Selanjutnya, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana kampanye menjadi kunci dalam memerangi politik uang. Setiap calon pemimpin harus secara jelas mengungkapkan asal-usul dana kampanye mereka dan bagaimana dana tersebut digunakan. Laporan keuangan kampanye harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik agar setiap transaksi dapat dipertanggungjawabkan.
Ketua Umum Commando Baros Ranger COBRA, Deddy Supriadi mengatakan pelaksanaan Pilkada dinilai sukses jika partisipasi pemilih dapat meningkat dan seluruh elemen masyarakat dapat menjaga kondusifitas keamanan dan kedamaian sebelum dan sesudah pelaksanaan Pilkada berlangsung.
Kerjasama antara stakeholder dan melibatkan unsur masyarakat tentunya sangat diharapkan untuk menciptakan kondisi aman dan nyaman sebelum dan sesudah Pilkada. Sinergitas yang baik antar seluruh unsur forkopimda, pemerintah daerah, pimpinan partai politik, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh pemuda serta seluruh elemen masyarakat lombok barat dalam mensukseskan pelaksanaan pemilihan bupati dan wakil bupati tahun 2024.
Dalam rangka mewujudkan kelancaran Pilkada yang bebas dari politik uang, upaya kolektif dari berbagai pihak diperlukan. Mulai dari penguatan lembaga pengawas, peningkatan pendidikan politik, transparansi dalam pengelolaan dana kampanye, peran aktif masyarakat sipil, hingga kesadaran moral dan integritas yang tinggi, semuanya merupakan bagian integral dari upaya untuk membangun demokrasi yang sehat dan berkeadilan.
Dibutuhkan juga kesadaran moral dan integritas yang tinggi dari semua pihak yang terlibat dalam proses Pilkada. Para calon pemimpin harus mempunyai komitmen kuat untuk menjalani proses Pilkada secara adil dan bersih tanpa menggunakan politik uang sebagai alat untuk memenangkan suara. Begitu juga dengan masyarakat, mereka harus memiliki keberanian untuk menolak tawaran politik uang dan memilih pemimpin berdasarkan kualitas, visi, dan misi yang dimiliki.
Dengan menghilangkan politik uang dari proses Pilkada, kita dapat memastikan bahwa para pemimpin yang terpilih benar-benar mewakili kehendak dan kepentingan masyarakat, bukan hanya kelompok atau kepentingan tertentu saja. Hanya dengan demikian, Pilkada dapat menjadi wahana yang efektif dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat di tingkat lokal.
Mari bersama-sama kita tolak money politik/politik Uang atau sejeninsya pada pergelaran Pilkada mendatang dengan harapan kepala daerah yang terpilih benar-benar dari hasil demokrasi pilihan rakyat bukan dari hasil politik uang, mari bersama kita hadirkan Pilkada 2024 yang jujur dan adil.