Pengamat Ekonomi Hendri Saprini menyebutkan hilirisasi dan industrialisasi yang dilakukan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) menjadi faktor penguat ekonomi Indonesia saat ini. Hal itu disebutnya dalam “Workshop Hilirisasi Pada Sektor Industri Kimia dan Peran Sektor Infrastruktur” di Bandung, Jawa Barat, Kamis (29/2/2024).
Hendri mengatakan hilirisasi yang dilakukan pemerintah telah memberikan kontribusi sebanyak 30% pada total investasi di 2023. Sehingga, meski di tahun politik saat ini siapa pun presiden terpilih mau tidak mau akan dituntut untuk meneruskan hilirisasi ini.
“Melihat karakteristik investasi yang ada di Indonesia selama 34 tahun terakhir, maka siapa pun yang menjadi presiden di 2024 hilirisasi akan dilanjutkan untuk memudahkan berbagai investasi-investasi. Oleh karena itu, sebaiknya kalian masih optimistis kalau dari sisi pertumbuhan investasinya akan tinggi,” ungkapnya.
Lalu terkait industrialisasi, Rini menyatakan realisasi yang dilakukan pemerintah selama 4 tahun terakhir telah mampu menaikkan nilai tambah dari pada harga produk nasional dan membantu penguatan ekonomi Indonesia saat ini.
Namun, dia menyatakan industrialisasi yang telah dilakukan belum benar-benar membangun industri dan ekosistemnya secara maksimal di Indonesia, sehingga masih perlu strategi dan keberlanjutkan agar dapat menghasilkan ekosistem yang mumpuni.
Dalam kata lain, hilirisasi dan industrialisasi saat ini baru pada level awal.
“Kalau cuman buat step saja tidak akan menyelesaikan masalah lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah, dan pendapatan masyarakat, itu tidak akan terjadi,” tuturnya.
“Jadi kalau menurut saya itu harus didorong, harus disiapkan industri strateginya. Lalu diperluas hilirisasinya untuk menambah dan menumbuhkan investasi baru,” terangnya lagi.
Sebagai informasi, giat hilirisasi yang dilakukan Jokowi beberapa waktu ke belakang ini lewat larangan ekspor bahan mentah (seperti tembaga dan bauksit) memang telah menarik banyak sorotan dari berbagai negara.
Hal itu mengakibatkan perusahaan yang tertarik menggunakan sumber mineral di Indonesia untuk pembuatan baterai kendaraan listrik dan diwajibkan membangun smelter di Indonesia.
Hal ini juga yang berdampak positif dan mendongkrak harga ekspor produk Indonesia. Sebagai contoh, saat nikel diekspor dalam bentuk bahan mentah nilai yang diperoleh negara hanya Rp 17 triliun. Namun, dengan adanya hilirisasi dan industrialisasi nilai ekspor produk nikel dapat naik hingga Rp 510 triliun dan dapat menambah pendapatan negara melalui pajak.